Jakarta – Setelah dua hari berada di Ilaga, Bea Wiharta harus memperpanjang masa tinggalnya di Puncak Jaya, Papua. Bukan karena apa-apa, namun penerbangannya untuk kembali ke Timika harus tertunda karena bandara sedang ditutup akibat protes warga terkait masalah lahan.
Bea, demikian fotografer ini biasa dipanggil, bukan sedang wisata. Ia bersama rekannya sedang melakukan peliputan BBM 1 Harga di tengah pegunungan Papua. Mereka menyaksikan langsung bagaimana BBM dari Timika dibawa dengan pesawat jenis Air Tractor menuju Ilaga karena tidak ada alternatif akses distribusi lainnya.
Selama kurang lebih 6 hari, Bea mengikuti perjalanan BBM dari TBBM Timika yang diantar untuk masyarakat di Ilaga. Ia melihat sendiri beragam tantangan yang dihadapi dalam penyaluran BBM tersebut. Mulai tantangan geografis hingga konflik sosial.
“Dibutuhkan lebih dari sekedar nyali untuk menjalankan program BBM 1 Harga ini,” katanya.
Bea Wiharta adalah satu dari 9 fotografer yang terlibat dalam pembuatan Buku Foto 60 Tahun Pertamina. Kedelapan pewarta foto lainnya adalah Dwi Oblo, Agus Susanto, Aditya Noviansyah, Rosa Panggabean, Suryo Wibowo, Priyo Widiyanto, Abdul Malik MSN dan Jerry Adiguna.
Kesembilan fotografer ini melakukan perjalanan bersama distribusi energi yang biasa dilakukan Pertamina. Mulai dari eksplorasi dan produksi di tengah laut (PHE ONWJ), produksi dan penyaluran gas kota di Prabumulih, operasional Kilang Balongan, pengembangan panas bumi di Jawa Barat, penyaluran BBM 1 Harga di Papua, distribusi mobil tanki BBM di Paloh Kalimantan, distribusi LPG dengan kapal Ambalat dan program CSR pendidikan di perbatasan Sebatik Kalimantan, konservasi Tuntong di Aceh, serta program wirausaha mekanik pelumas di Cilacap.
Mereka berinteraksi langsung dengan para pelaku distribusi energi dan program CSR. Dari titik itulah kemudian diterjemahkan melalui gambar-gambar yang ditangkap oleh lensa kamera dengan balutan cahaya.
Oscar Matuloh, selaku kurator buku ini menyampaikan, gambar-gambar yang diambil adalah kondisi yang sesuai di lapangan karena tidak ada intervensi yang dilakukan oleh Pertamina.
“Tidak ada intervensi konten dalam pelaksanaan kolaborasi energy dan cahaya ini. Dari sana kita dapat menyimak secara subyektif, bagaimana para fotografer menafsir jelajah energy mulai dari eksplorasi, produksi dan distribusi yang menembus belantara kendala,” demikian disampaikan Oscar Matuloh selaku kurator.
Hadirnya buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran utuh bagi masyarakat bagaimana kondisi sebenarnya penyaluran energi yang dilakukan Pertamina ke pelosok negeri.
“Buku ini juga sekaligus sebagai apresiasi kepada para pekerja Pertamina dan bentuk terimakasih kami untuk masyarakat Indonesia atas dukungannya kepada Pertamina selama ini,” ujar VP Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito