Jakarta, 14 Agustus 2019 – Pulau Kotok merupakan salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu, yang berada di gugusan paling utara dari Jakarta. Di pulau ini, terdapat 29 Elang Bondol (Haliastur Indus), yang juga merupakan satwa maskot Provinsi DKI Jakarta.
Hewan endemik dengan ciri khas warna putih pada kepala hingga sebagian dada ini, terancam punah, bahkan sudah jarang terlihat di Kepulauan Seribu. Karena itu, Elang Bondol menjadi hewan endemik yang dilindungi UU No.5 Tahun 1990 dan diatur dalam PP No.106 Tahun 2018.
Melihat populasinya diambang kepunahan, lembaga Jakarta Animal Aid Network (JAAN) melakukan konservasi Elang Bondol sejak tahun 2005. Program yang dilakukan yakni Sanctuary (suaka) bagi Elang Bondol, dengan kondisi fisik beragam.
Pada tahun 2017, PT Pertamina (Persero) turut menggandeng JAAN untuk menjaga populasi Elang Bondol. Melalui Terminal BBM Jakarta Group, Pertamina mendukung konservasi satwa yang dijuluki ‘layang-layang sang Brahma’ tersebut dengan menyokong dana perawatan hingga lebih dari Rp 1 miliar hingga saat ini. Sebagiannya merupakan dana yang dihimpun dari pendaftaran kegiatan Ecorun 2018, sebesar lebih dari Rp 500 juta.
Unit Manager Communication Relation & CSR Pertamina Dewi Sri Utami menjelaskan, bantuan Pertamina diwujudkan dalam beberapa kegiatan diantaranya renovasi kandang elang, pembangunan gapura (pintu masuk) “Pusat Sanctuary Elang Bondol”, dan perawatan.
“Komitmen kami terhadap pelestarian maskot ibukota Jakarta Elang Bondol masih berlanjut hingga saat ini, sebagai wujud kepedulian kami terhadap keberlanjutan lingkungan dan rantai makanan,” ujar Dewi.
Untuk menuju Pulau Kotok, harus menempuh perjalanan sekitar 60 menit menggunakan kapal cepat dari penyebarangan di dermaga Marina Ancol ke dermaga Pulau Kotok.
Setibanya di pulau, pengunjung akan disambut dengan kandang raksasa bertuliskan "Sanctuary". Yakni kandang berisi beberapa Elang Bondol yang ‘cacat’ sehingga tidak bisa dilepasliarkan lagi.
Menurut Benvika pengurus JAAN, didalam kandang tersebut, Elang Bondol mengalami patah sayap sehingga tidak bisa terbang, atau matanya luka karena terkena jaring penangkap burung.
“Elang ini sitaan dari BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) yang melalukan operasi di beberapa daerah. Mereka dipelihara manusia di dalam sangkar yang sempit, sehingga berisiko sayap patah. Bahkan dengan menjadi binatang peliharaan, membuat Elang Bondol kehilangan nalurinya menangkap ikan hidup,” jelas Benvika.
Karena itu, konservasi Elang Bondol di Pulau Kotok dibagi dalam beberapa bagian. Yakni apabila Elang Bondol kondisi fisiknya baik, akan masuk ke kelompok treatment 1 yakni berada dalam kandang besar, diberikan pakan ikan mati di dalam kolam buatan. Perlahan, akan mulai mencoba pakan ikan hidup untuk merangsang naluri Elang berburu ikan, saat nanti dilepas ke alam bebas.
Jika lulus maka Elang Bondol akan masuk dalam kelompok treatment 2. Di kelas ini, Elang Bondol sudah mulai agresif. Diberikan pakan ikan hidup, dan Elang akan dipisah satu sama lain.
Selanjutnya Elang Bondol akan dibawa ke kelompok SOS 2 atau tempat sosialisasi. Di dalam area SOS 2, tidak boleh terdengar suara manusia, atau kegaduhan. Karena di tempat kandang semi terbuka ini, Elang Bondol di ‘tes’ kemampuannya hidup mandiri, untuk selanjutnya dilepasliarkan.
Tidak semua orang bisa mengunjungi pusat konservasi Elang Bondol tersebut. Karena, harus seijin BKSDA DKI Jakarta dan JAAN, selaku lembaga yang menangani perawatan unggas maskot Jakarta tersebut.
Namun demikian, untuk mendukung pengenalan satwa langka ini, Pertamina dan JAAN akan menggelar program Sahabat Semata, yakni mengajak Duta Elang Bondol untuk datang dan melihat langsung habitat Elang di Pulau Kotok. Duta Elang Bondol merupakan pelajar SMA dan Universitas di DKI Jakarta, nantinya akan menjadi motor penggerak pengenalan Satwa Maskot Jakarta kepada teman-teman maupun komunitas millennial