Balikpapan – Empat hari lagi atau tepatnya mulai 1 Januari 2018, Blok Mahakam di Kalimantan Timur, yang telah dikelola perusahaan asing selama 50 tahun, akan memasuki tonggak penting dan bersejarah, yakni dioperasikan secara penuh oleh bangsa Indonesia melalui PT Pertamina (Persero).
Pengelolaan ini menjadi tonggak penting mengingat Blok Mahakam adalah produsen migas terbesar di Indonesia saat ini, dengan melampaui produksi kontraktor kontrak kerja sama asing Chevron Pacific Indonesia dan ExxonMobil Oil Indonesia.
Dari Blok Mahakam, Pertamina diperkirakan akan memberikan tambahan kontribusi sekitar 34 persen dari total produksi migas secara nasional.
Nantinya, pengelolaan Blok Mahakam akan dilaksanakan oleh PT Pertamina Hulu Mahakam (PHM), yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI). PHI adalah anak perusahaan Pertamina.
Pada awal ditemukan, Blok Mahakam memang bukan lah wilayah kerja migas biasa. Cadangan yang ada di cekungan Kalimantan Timur itu diprediksi mencapai sekitar 50 triliun kaki kubik (TCF) gas dan 5 miliar barel (BBLS) minyak.
Kontrak kerja sama Blok Mahakam ditandatangani antara pemerintah dan kontraktor kontrak kerja sama Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation pada 1966 dengan jangka waktu selama 30 tahun.
Pada 1974, produksi minyak pertama Blok Mahakam dari Lapangan Bekapai mulai dilakukan.
Selanjutnya, pada 1997, kontrak kerja sama selama 30 tahun pertama berakhir dan diperpanjang untuk 20 tahun atau berlaku hingga 2017.
Pada 2008, Total E&P Indonesie kembali mengajukan perpanjangan kontrak ke pemerintah dan di sisi lain pada 2009, Pertamina juga menyampaikan surat keinginan mengelola Blok Mahakam.
Akhirnya, pemerintah menetapkan kontrak kerja sama Mahakam dengan Total E&P Indonesie tidak diperpanjang dan selanjutnya menunjuk Pertamina sebagai pengelola baru.
Berdasarkan perkiraan, Blok Mahakam kini masih menyisakan cadangan 57 juta barel minyak, 45 juta barel kondensat, dan 4,9 TCF gas.
Sejak produksi dimulai pada 1974, Mahakam masih terus menghasilkan migas. Dalam RAPBN 2018, PHM ditargetkan untuk dapat berproduksi pada kisaran 1100 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) gas dan 48.000 barel per hari (BOPD) minyak.
Optimisme Pertamina
Pertamina telah menyatakan optimismenya bisa menjaga tingkat produksi di Blok Mahakam setelah 1 Januari 2018.
Direktur Utama Pertamina Hulu Indonesia, Bambang Manumayoso menjelaskan Pertamina telah melakukan berbagai persiapan dan strategi untuk tetap menjaga produksi migas Blok Mahakam dengan memastikan keberlangsungan kegiatan pengeboran dan well intervention pada saat peralihan dari Total E&P Indonesie ke Pertamina pada 1 Januari 2018.
Persiapan dan strategi tersebut juga dilakukan dengan senantiasa mengedepankan aspek QHSSE (quality, health, safety, security, and environment), menjaga dan meningkatkan produksi untuk ketahanan energi nasional, mengembangkan SDM yang ada, dan meningkatkan pemanfaatan inovasi teknologi yang semuanya bermuara pada penguatan bisnis sektor hulu.
Beberapa persiapan yang sudah dilakukan Pertamina antara lain transfer pekerja Total E&P Indonesia, yang sudah mendandatangani perjanjian kerja dengan Pertamina, mencapai 98,23%, lalu telah melakukan pengeboran 14 unit sumur dari program 15 sumur pada 2017 dengan pencapaian HSSE yang baik.
Pertamina juga berhasil menekan biaya pengeboran sumur hingga lebih efisien 23% terhadap anggaran yang direncanakan, mencatat waktu pengeboran lebih cepat hingga 25%, mendapatkan potensi penambangan cadangan hingga 120%, memperoleh penambahan ketebalan reservoir sebesar 115%, dan pelaksanaan mirroring contract atas persetujuan SKK Migas untuk mempercepat proses kontrak dengan pihak ketiga penunjang operasi Blok Mahakam senilai USD 1,2 miliar.
Menurut Bambang, semua langkah persiapan dan strategi tersebut memang bukan hal yang mudah dilakukan. Namun Pertamina bersama otoritas terkait dan operator eksisting berupaya yang terbaik memastikan semua proses berjalan dengan lancar.
“Kami yakin bisa. Dan, sejauh ini sudah bisa membuktikannya dengan adanya pengeboran yang sesuai target, namun biaya lebih efisien dan waktu pengeboran lebih cepat. Ini adalah bukti bahwa dengan kerja sama berbagai pihak, alih kelola Blok Mahakam ini akan berjalan baik” ujarnya.
Bahkan, lanjut Bambang, pada 2018, Pertamina sudah siap menambah sumur pengembangan dari semula 55 sumur menjadi 65 sumur. "Serta menyiapkan biaya investasi hingga USD 700 juta dan biaya operasional sebesar USD 1 miliar," tambahnya.
Demikian pula, untuk dukungan pekerja eksisting, yang mendekati 100 persen menjadi bukti kesiapan Pertamina untuk mengelola Mahakam.
Meski dikelola perusahaan asing selama kurun waktu 50 tahun, namun sebagian besar pekerja di blok penghasil gas terbesar tersebut adalah warga negara Indonesia. Mereka adalah orang Indonesia asli, yang bekerja di perusahaan asing untuk mengelola Blok Mahakam.
"Kemampuan anak negeri tidak perlu dipertanyakan lagi, karena itu peralihan status tidak menjadi masalah bagi mereka," jelas Bambang.
Berbekal keberhasilan kelola Blok Offshore saat Pertamina mendapatkan hak operatorship untuk Blok Offshore North West Java (ONWJ) pada 2009.
Setelah lima tahun berjalan, blok di Pantai Utara Jawa Barat tersebut mencatatkan peningkatan produksi hingga 74%. Dimana produksi migas dari 23,1 MBOPD pada 2009, meningkat menjadi 40,3 MBOPD.
Demikian halnya dengan pengelolaan Blok West Madura Offshore (WMO) yang diambil alih Pertamina dari Kodeco pada 2011. Dalam kurun waktu empat tahun, Pertamina mampu meningkatkan produksi sebesar 48%, yakni dari 13,7 MBOPD pada 2011 menjadi 20,3 MBOPD.
Semua hal tersebut makin menjadi bukti nyata bahwa Pertamina memang telah siap mengelola dan meningkatkan produksi migas Blok Mahakam sebagai langkah mendorong ketahanan energi nasional.