Jakarta, 21 April 2020 - Deru mesin jahit Gina Yuliana masih terdengar hingga malam. Sayup-sayup juga terdengar sesekali ia bicara dengan pekerjanya. Sudah satu bulan terakhir, aktivitas menjahit di rumahnya di Kembangan, Jakarta Barat berlangsung lebih panjang, yakni jam 8 pagi hingga 8 malam. Padahal biasanya, ia hanya bekerja sejak pukul 9 pagi hingga 5 sore.
Gina, pemilik "Fafa Quilt & Craft" saat ini aktif menjadi penjahit masker dadakan. Sebelumnya, ia memang menjahit namun untuk membuat produk yang jauh berbeda, yakni bedcover, sarung bantal, tas, serta gantungan kunci dan berbagai produk rumah lainnya, dengan metode quilt dan rajut. Namun produksi terhenti karena omsetnya jauh menurun sejak pandemi Covid-19, bahkan bisa dibilang tidak ada.
"Kemudian saya buat masker, dan upload di sosial media, ternyata banyak yang tertarik karena memang sekarang sangat dibutuhkan," jelasnya.
Dalam sehari, Gina mampu memproduksi hingga 100 masker. Bahkan Gina kini tengah mempersiapkan pesanan dari Pemprov DKI, sebanyak 500 masker per hari. Untuk mampu memproduksi sebanyak ini, Gina akan menggandeng ibu-ibu di sekitarnya, yang sebelumnya pernah ia latih menjahit.
Senada dengan Gina, di wilayah Kertajaya, Kabupaten Bandung Barat kelompok produsen tas ramah lingkungan bernama “Share Bag” juga terkena dampak Covid-19 . Kelompok yang dipimpin oleh Eti Rusmiati ini memberdayakan 10 orang ibu rumah tangga dan mantan asisten rumah tangga. Sejak Covid-19 melanda Indonesia, terutama masuk ke Bandung, penjualan tas ramah lingkungan turun drastis dan anggotanya kehilangan penghasilan.
Berkat semangat dan optimisme, Eti langsung banting setir menjadi pembuat masker. “Walaupun saat ini harus di rumah, ibu-ibu harus tetap ada kegiatan selain mengasuh anak. Dengan menjahit masker ini, mereka jadi semangat sekaligus tetap memberikan pemasukan untuk keluarganya,” ucap perempuan usia 51 tahun itu.
Selama pandemik Covid-19, bahan kain oxford dan katun yang biasa ia gunakan untuk memproduksi tas, kini beralihfungsi menjadi masker.
Bersama ibu-ibu rumah tangga, Eti dapat menghasilkan 200 masker per hari. Saat ini dirinya sudah terjual lebih dari 1500 buah masker. Pesanannya datang dari warga Bandung dan Jakarta, salah satunya Pertamina.
Berkat semangat, optimisme, dan kerjakeras yang pantang redup, Gina dan Eti merupakan contoh dari ribuan srikandi wirausaha Mitra Binaan PT Pertamina (Persero), yang mampu bertahan di tengah badai pandemik ini.
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap produk masker, Unit Manager Communication, Relations & CSR MOR III Dewi Sri Utami mengatakan, Pertamina turut memberdayakan keberlangsungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang telah tergabung sebagai mitra binaan unggulan Pertamina. Salah satunya dengan melibatkan mitra binaan yang memiliki keterampilan menjahit untuk dapat memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker ini.
"Di tengah kondisi saat ini, merayakan semangat Kartini “habis gelap terbitlah terang”, akan menjadi optimisme dan keyakinan untuk masa depan. Kami turut mendukung semangat para wirausaha perempuan agar terus berdaya," tutur Dewi.
Pandemi berimbas pada penurunan daya beli masyarakat, sehingga UMKM menghadapi tantangan yang cukup berat. Program Kemitraan Pertamina menjadi salah satu upaya menggerakan ekonomi masyarakat melalui pembinaan usaha kecil dan mikro, serta memberdayakan masyarakat.