JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menyiapkan sejumlah strategi investasi dan pembiayaan di tengah turunnya harga migas dunia untuk menjaga ketahanan energi dalam negeri. Beberapa di antaranya, melakukan efisiensi, menurunkan beban pinjaman dan memperluas basis investor.
Hal itu disampaikan Direktur Keuangan Pertamina, Arif Budiman dalam diskusi panel sesi terakhir Pertamina Energy Forum 2016 yang mengusung tema “Current Trends: Investment and Financing in The Energy Industry” di Hotel Ritz Carlton Pacific Place, 14 Desember 2016.
“Fokus utama adalah efisiensi yang mendorong pertumbuhan laba bersih kita, naik cukup tajam sekitar 100% dari tahun sebelumnya. Hingga kuartal ke-3 tahun ini Pertamina telah melakukan efisiensi US$ 1,6 miliar,”katanya.
Selain itu Pertamina juga berhasil menurunkan posisi hutang dari US$ 17,4 miliar menjadi US$ 11,6 miliar dengan cara menukar hutang lama dengan pinjaman baru yang memiliki bunga lebih rendah,” katanya.
Tahun 2017, Pertamina menyiapkan belanja modal US$ 3 miliar rencananya akan didanai dari project financing, ECA (Export Credit Financing), reserve base lending untuk aset di luar negeri dan equity light instrument yang sudah ditawarkan ke investor yang mau repatriasi.
“Terlepas dari sumber-sumber pembiayaan yang lebih tradisional seperti obligasi dan pinjaman korporasi, Pertamina saat sedang mengkaji bentuk pendanaan lain diluar pinjaman bank dan obligasi,”tambahnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Goro Ekanto, mengatakan, untuk mendukung peningkatan investasi di industri hulu migas, Pemerintah akan memberikan insentif fiskal. Di antaranya keringanan pajak baik itu pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPn) maupun pajak bumi dan bangunan (PBB).
“Untuk tahap eksplorasi, kementerian juga akan memberikan sejumlah insentif,” ujarnya.
Adapun Managing Director, Head of Corporate and Investment Banking Citibank Indonesia, Gioshia Ralie, memaparkan pada semester I-2016 capaian investasi hulu migas hanya US$ 5,65 miliar, turun 27 persen dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 7,74 miliar. Energi baru terbarukan mencapai US$ 0,87 miliar, terdiri dari US$ 0,56 miliar di sektor panas bumi, US$ 0,018 miliar di sektor aneka EBT, dan US$ 0,289 miliar di sektor bioenergi.
Menurutnya sektor energi menjadi faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi karena itu perlu dikembangkan. Upaya peningkatan investasi di bidang migas hendaknya menjadi titik sentral dalam menjaga keberlanjutan produksi migas untuk mengoptimalkan penerimaan negara dan tingkat pengembalian investor.