JAKARTA - Dalam upaya menggenjot lingkungan ramah lingkungan di Indonesia, PT Pertamina (Persero) berusaha meningkatkan portofolionya dalam bisnis energi baru dan terbarukan. Upaya produsen energi milik pemerintah tersebut mendapat banyak dukungan dari berbagai kalangan, baik di dalam negeri maupun dari pihak luar negeri.
“Kami terus menggarap energi terbarukan. Ada banyak dukungan dari dalam negeri dan internasional,” kata Direktur Perencanaan, Investasi, Manajemen Risiko Pertamina Heru Setiawan, di Pertamina Energi Forum (PEF) 2018, di Raffles Hotel, Kamis (29/11/2018).
Heru menjelaskan, pendanaan proyek energi terbarukan Pertamina dikombinasikan antara kemitraan ekuitas, pembiayaan proyek, dan skema pendanaan lainnya. Untuk menjaga kesediaan energi di Tanah Air, Pertamina selalu berusaha menggenjot portofolio di bisnis hulu, meningkatkan kapasitas kilang, dan mengembangkan infrastruktur hilir serta kualitas dan keragaman produk.
Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ida Nuryatin Finahari menambahkan, Indonesia memiliki cadangan energi terbarukan sebesar 442 gigawatt. Dengan potensi yang ada, ujarnya, Indonesia memiliki kemampuan menjamin kemandirian energi di masa depan. Sejauh ini, tambahnya, realisasi produksi listrik berbasis geothermal baru mencapai 2 persen dari produksi nasional dengan kapasitas terpasang 9,32 gigawatt.
Saat ini, rasio elektrifikasi di Indonesia adalah 98,05 persen. Pemerintah memperkirakan rasio tersebut akan mencapai 99,9 persen tahun depan.
Sementara itu, Pertamina mengaku telah mengembangkan energi terbarukan dan operasi ramah lingkungan dengan mengembangkan potensi panas bumi melalui anak usahanya PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Hingga saat ini, total kapasitas terpasang sekitar 617 megawatt (MW), dari PGE Area Kamojang 235 MW, Lahendong 120 MW, Ulubelu 220 MW, Sibayak 12 MW dan Karaha 30 MW.
Indonesia memiliki komitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian Paris. Isi perjanjian itu adalah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi 341 juta ton CO2 pada tahun 2030.