JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menegaskan tidak ada penggelembungan klaim public service obligation (PSO) yang dijalankan perusahaan. selisih perhitungan semata-mata terjadi karena perbedaan cara pandang mengenai titik serah BBM PSO.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengatakan klaim subsidi yang diajukan Pertamina hanya terkait volume yang akan mempengaruhi nilai subsidi yang dapat diklaim. Menurut dia, volume BBM PSO atau Jenis Bahan bakar Tertentu (JBT) telah diverifikasi oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi serta Kementerian Keuangan sehingga hal tersebut menjamin bahwa klaim subsidi PSO yang diajukan Pertamina kepada pemerintah sesuai dengan realisasi penyaluran.
Penyebab dari selisih perhitungan antara volume yang diajukan oleh Pertamina dan Badan Pemeriksa Keuangan terletak pada cara memandang stok BBM PSO yang berada di SPBU pada saat tutup tahun. Dalam hal ini, untuk kondisi saat ini Pertamina memandang titik serah BBM PSO adalah ketika keluar dari depot BBM sehingga klaim didasarkan pada besaran volume yang keluar dari depot BBM Pertamina sehingga stok di SPBU pada tutup tahun telah dapat diklaim sebagai subsidi.
Adapun, BPK melihat stok BBM di SPBU belum dapat dianggap sebagai subsidi selama belum tersalur kepada konsumen. Dengan demikian, BPK menilai stok BBM tersebut baru dapat diklaim pada tahun berikutnya di mana BBM akan benar-benar telah tersalur kepada masyarakat.
"Untuk perbedaan cara pandang ini Pertamina telah menyampaikan klarifikasi kepada BPK dan hampir seluruh klaim subsidi BBM PSO Pertamina telah dicairkan. Untuk sebagian kecil dari klaim subsidi yang masih tertunda pembayarannya Pertamina telah menyampaikan tindak lanjut sesuai rekomendasi dan masih menunggu tanggapan BPK. Kami mengharapkan hal ini dapat segera clear untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran informasi kepada masyarakat," tutur Ali.
Sesuai dengan berita acara tindak lanjut pemeriksaan antara Pertamina dan BPK, Pertamina telah melakukan berbagai tindaklanjut, seperti kelebihan kuota penyaluran kepada PT Kereta Api, Rumah Sakit, nelayan, sehingga BPK telah memutuskan hal-hal tersebut telah selesai. Selain itu, Pertamina juga memberikan sanksi-sanksi secara tegas dan juga termasuk menagih kekurangan bayar kepada lembaga-lembaga penyalur yang terbukti menyalurkan BBM PSO di luar ketentuan yang berlaku.
Dapat disampaikan bahwa dalam penyaluran BBM dan LPG subsidi, Pertamina terlebih dahulu menalangi seluruh pengadaan BBM dan LPG tersebut, kemudian mengajukan klaim kepada Pemerintah atas volume yang telah disalurkan. Volume tersebut kemudian diverifikasi oleh BPH dan Kementerian Keuangan sebagai dasar untuk pembayaran 95% dari total volume yang ditagihkan secara bulanan.
Sisa tagihan akan dibayarkan setelah dilakukan audit oleh BPK. Adapun, status sampai dengan 27 September 2013, untuk realisasi penyaluran BBM subsidi dan LPG 3 kg total piutang Pertamina ke Pemerintah mencapai Rp 39,73 Triliun.