Makassar, 11 Januari 2018 – Tuange (46), nelayan di Desa Kordakel Kecamatan Kabaruan Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara bercerita, ia harus merogoh kocek berkisar dari Rp 25.000 sampai Rp 30.000 untuk membeli satu liter BBM. Akibatnya, Tuange dan masyarakat di Kepulauan Talaud mesti membayar lebih mahal untuk barang kebutuhan sehari-hari.
“Jadi awalnya pulau ini adalah termasuk daerah terpencil dan kesulitan aksesnya itu luar biasa, karena pulau ini termasuk pulau yang sangat pinggiran di Indonesia. Dulu harga BBM mahal sekali, bisa Rp 25.000 sampai Rp 30.000 per liter, karena memang belum ada SPBU, maka BBM datang dari daerah-daerah lain. Apa-apa semua mahal, seperti ikan kan mencarinya pakai bensin, semua kebutuhan sehari-hari pokoknya mahal,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan Jeffry (41), pengemudi Bentor (Becak Motor) di Desa Lirung Kecamatan Lirung Kabupaten Kepulauan Talaud yang mengeluh sulitnya mendapatkan BBM di Pulau Talaud. “Disini tidak ada SPBU Pertamina, Bentor mengisi BBM di pengecer. Sehingga tarif yang di tagih pun mahal dan ikut naik, karena saya sendiri rasanya setengah mati cari BBM untuk menjalankan Bentor,” tuturnya.
Kabupaten Kepulauan Talaud adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia dengan ibu kota Melonguane. Wilayah ini adalah kawasan paling utara di Indonesia timur, dengan jumlah penduduk 91.067 jiwa. Kepulauan Talaud merupakan salah satu wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) yang menjadi wilayah target Program BBM Satu Harga yang diamanahkan Presiden Joko Widodo kepada Pertamina, khususnya di pulau Sulawesi.
Tapi itu cerita dulu. Melalui program BBM Satu Harga, Pertamina MOR VII merealisasikan lima dari empat target SPBU Kompak di 2017. Kini di Kepulauan Talaud sudah ada dua lembaga penyalur BBM, yakni SPBU Kompak 76.958.06 di Kecamatan Melonguane dan SPBU Kompak 76.958.07 Desa Kordakel Kecamatan Kabaruan, Kabupaten Kepulauan Talaud. Tiga titik BBM Satu Harga lainnya di Sulawesi yakni SPBU Kompak 76.937.23 dan 76.936.22 di Kecamatan Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara serta SPBU Kompak 76.946.01 Desa Una-una Kecamatan Una-una, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah.
Unit Manager Communication & CSR MOR VII, M. Roby Hervindo menjelaskan, dalam melaksanakan program BBM Satu Harga, khususnya di Sulawesi tidaklah mudah. Banyak kendala dan tantangan yang dihadapi mengingat kelima wilayah tersebut merupakan wilayah 3T sehingga medan yang ditempuh dalam distribusi BBM cukup berat. “Pengiriman BBM terjauh adalah ke Kepulauan Talaud. Suplai BBM ke SPBU Kompak 76.95806 Pulau Melonguane, Kepulauan Talaud ini dikirim menggunakan kapal tongkang yang menempuh jarak 211 KM dengan waktu tempuh 20 jam dari Terminal BBM Bitung, Sulawesi Utara,” ujarnya.
Antonius (48), Kapten Kapal Kei Yo yang bertugas membawa BBM ke Kepulauan Talaud mengatakan tingkat kesulitan yang dihadapi dalam mengantarkan BBM ke Kepulauan Talaud cukup tinggi. “Pengiriman BBM melalui laut ini seringkali menghadapi kendala yakni cuaca yang tiba-tiba berubah. Karena di Talaud, dalam setahun minimal sekitar delapan bulan cuaca tidak bersahabat. Ditambah dengan kondisi di Talaud yang belum memiliki dermaga sehingga kami sangat berhati-hati agar BBM dapat sampai di tujuan dengan selamat,” tuturnya.
Total penyaluran BBM ke lima SPBU Kompak ini dialokasikan sesuai kuota pemerintah yakni Premium 369 KL/Bulan dan Solar 152 KL/Bulan. Selain BBM Premium dan Solar, SPBU Kompak ini juga menyalurkan BBM Pertalite dan Solar non subsidi. “Biaya distribusi yang dikeluarkan Pertamina untuk lima lokasi SPBU Kompak tersebut tidak sedikit, yakni lebih dari Rp 550 juta per bulan,” ungkap Roby.
Sebelum SPBU kompak ini didirikan, harga BBM di tingkat pengecer di lima wilayah tersebut rata-rata berkisar antara Rp 10.000,- hingga Rp 35.000,- per liter. Dengan adanya SPBU Kompak, saat ini masyarakat di kelima wilayah tersebut dapat membeli produk BBM dengan satu harga yang sama yakni Premium dengan harga Rp 6.450/liter, Pertalite seharga Rp 7.500/liter, dan produk Solar seharga Rp 5.150/liter.
Saat ini, Tuange dan nelayan lainnya di Kepulauan Talaud dapat merasakan membeli BBM satu harga dengan daerah-daerah lain dan harga yang terjangkau dibandingkan sebelumnya. “Harga BBM sekarang sudah murah dan dapat saya katakan sangat membantu pekerjaan saya dalam mencari ikan, biaya operasional nelayan menjadi lebih efisien yang juga berdampak pada harga jual komoditi hasil laut yang lebih kompetitif,” ujar Tuange.
Jeffry mengamini, karena merasakan dampak langsung dari program BBM 1 Harga di Kepulauan Talaud. “Karena saya beli BBM langsung di Pertamina, tarif angkutan pun ikut turun dan harga tarif angkutan untuk penumpang sudah stabil. Walaupun antrian panjang, tapi kita tetap dapat. Kami sangat berterima kasih karena Pemerintah dan Pertamina sudah sangat peduli dan memperhatikan masyarakat, khususnya kami yang di perbatasan,” ungkapnya.
Roby menambahkan, program BBM Satu Harga ini merupakan wujud nyata dari sila kelima Pancasila yakni Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia. “Tentunya, dalam implementasinya, program ini tetap membutuhkan dukungan pengawasan dari berbagai pihak, baik dari aparat, pemerintah daerah, dan pemangku kepentingan agar BBM Satu Harga bisa dinikmati masyarakat dengan harga sesuai kententuan pemerintah,” tutup Roby.