JAKARTA -- Pertamina EP Cepu (PEPC) pada tahun buku 2018 berhasil membukukan laba bersih sebesar US$ 827,77 juta atau meningkat 125% dibandingkan dengan laba tahun 2017 sebesar US$ 662,2 juta. Hal tersebut menjadi milestone terbesar bagi PEPC sehingga menjadikan PEPC sebagai penyumbang laba terbesar pertama di lingkungan Anak Perusahaan Hulu (APH) Pertamina.
Pencapaian itu terungkap dalam acara Town Hall Meeting dan Relay Video Conference yang diadaka di Kantor Pusat PEPC, Jakarta, pada (14/1/2019). Acara tersebut dihadiri oleh Komisaris Utama (Komut) PEPC Gandhi Sriwidodo, Direktur Utama (Dirut) PEPC Jamsaton Nababan, serta jajaran direksi, manajemen, dan pekerja di lingkungan PEPC.
Jamsaton mengungkapkan, PEPC sebagai pemegang 45% Participating Interest dari Lapangan Banyu Urip (LBU) memaparkan, laba bersih tersebut diraih salah satunya karena kinerja LBU telah melampaui target produksi 2018 dengan rata-rata produksi 208.8 MBOPD dan total produksi 283.97 MMBO hingga kuartal III 2018.
Lebih lanjut Jamsaton menjelaskan, pencapaian PEPC ini sejalan dengan peningkatan kinerja HSSE (Health-Safety-Security-Environment) yang berhasil meraih 3.361.558 Jam Kerja Selamat.
“Perusahaan juga dinyatakan sangat sehat karena PEPC memperoleh score AAA, dan ini sudah melampaui target yang telah ditetapkan. Ke depan, saya berharap kita semakin solid untuk satu tujuan agar prestasi ini dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan di tahun 2019,” imbuhnya.
PEPC juga masih berpeluang mengelola sub surface (cadangan) yang berada di lapangan Cendana, Alas Tua West, dan Alas Tua East.
Komisaris Utama PEPC Gandhi Sriwidodo memberikan apresiasi terhadap kinerja PEPC yang semakin bertumbuh dari tahun ke tahun. Menurut Gandhi, PT Pertamina (Persero) dan seluruh anak perusahaan rentan terhadap dinamika eksternal, adanya kenaikan dan penurunan harga minyak dunia akan berdampak langsung terhadap perolehan laba perusahaan.
“Oleh karena itu, kepada semua leader di PEPC, mulai dari Direksi, VP, dan Manajer, ataupun Supervisor, dan seluruh calon leader untuk bisa mengidentifikasi permasalahan yang ada agar kita bisa tetap eksis,” imbaunya.
Acara ini juga diisi dengan pemaparan evaluasi kerja 2018 dan rencana kerja 2019. Desandri, selaku Direktur Bisnis Support berkesempatan memaparkan pencapaian produksi dan laba tahun 2018 dan target produksi dan laba tahun 2019. Penekanan yang paling penting menurut Desandri mencakup tiga hal, yaitu meningkatkan dan mempertahankan produksi minyak BU, fokus pengembangan proyek JTB yang on time, on spec, on target, sehingga nilai ke ekonomian terjaga, dan penuntasan project financing yang diharapkan selesai pada April 2019.
General Manager proyek JTB, Bob Wikan H. Adibrata juga memberi paparan singkat yang menjelaskan bahwa proyek JTB memiliki empat pekerjaan utama, yaitu: pengadaan lahan, Early Civil Work, drilling, dan EPC-GPF.
"Tahun 2019 masih tersisa dua pekerjaan utama, yakni drilling dan melanjutkan EPC-GPF. Untuk drilling, tantangannya adalah, segera menyelesaikan kontrak rig, kontrak-kontrak untuk services, dan segera mengeluarkan purchase order (PO). Untuk EPC-GPF akan terus dilanjutkan dengan tantangan jumlah pekerja yang semakin banyak dan dituntut harus selamat," jelas Wikan.
Pemaparan program kerja 2019 juga disampaikan oleh Manajer Production Engineering, Adi FM Ringoringo; VP Production, Harkomoyo; VP Project Management, Tonni Ramelan; VP Legal & Relations, Whisnu Bahriansyah; dan VP People Human Capital & Services, Ferry Bagdja.*PEPC