Perangkap Utang (Debt-Trap)

Perangkap Utang (Debt-Trap)

Sebagai negara superpower ekonomi baru, China terus melebarkan pengaruhnya. Melalui Belt and Road Initiative (BRI), China akan berinvestasi sebesar US$8 triliun dan akan melibatkan 68 negara untuk menghubungkan Eropa, Afrika, dan Asia dalam jaringan transportasi, energi dan telekomunikasi. BRI dijalankan oleh China dengan alasan untuk meningkatkan kerjasama antar negara, meningkatkan ekonomi negara-negara yang terlibat, serta mempertahankan prospek ekonomi China. Namun lebih jauh, inisiatif ini juga akan menyebabkan ketergantungan kepada China, khususnya bagi negara berkembang.

Contohnya adalah yang dialami Pemerintah Sri Lanka. Sri Lanka memperoleh pinjaman dari China untuk membangun Pelabuhan Magampura Mahinda Rajapaksa. Perusahaan milik negara, China Harbour Engineering Company dan Sinohydro Corporation, dikontrak untuk membangun Pelabuhan Magampura dengan biaya US$ 361 juta yang 85% didanai oleh Bank Exim China dengan tingkat bunga tahunan 6,3%. Namun Sri Lanka tidak mampu untuk membayar utangnya, sehingga pelabuhan tersebut disewakan kepada China Merchants Port Holdings Company Limited milik Pemerintah China dengan sewa 99 tahun pada 2017.

Studi oleh Centre for Global Development pada tahun 2018, mengungkapkan bahwa ada delapan negara yang berpotensi mengalami kesulitan untuk melunasi utang mereka karena BRI. Delapan negara tersebut adalah Pakistan, Djibouti, Maladewa, Laos, Mongolia, Montenegro, Tajikistan, dan Kirgistan. Kedelapan negara tersebut memiliki rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto yang mendekati atau diatas 60 persen dan juga memiliki proporsi utang kepada China yang signifikan dibandingkan total utangnya. Walau lembaga tersebut tidak menyimpulkan BRI akan menyebabkan masalah utang secara global, namun mereka menekankan bahwa negara-negara yang terlibat berpotensi memiliki masalah utang dikemudian hari.

Walau China menampik tuduhan skema BRI sebagai bagian dari “diplomacy debt-trap”, banyak negara sudah terperangkap atau berpotensi terjebak dalam perangkap utang dari China. Bahkan pemimpin negara sekelas Mahathir Muhammad pun tidak dapat melepaskan Malaysia dari utang kepada China. Indonesia tentunya perlu berhati-hati dalam menentukan pilihan kerjasama melalui skema BRI dengan China.

Sumber : Investor Relations – Corporate Secretary
Untuk komentar, pertanyaan dan permintaan pengiriman artikel Market Update via
email ke pertamina_IR@pertamina.com

Share this post