JAKARTA – Dalam sebuah organisasi, perputaran Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menduduki sebuah jabatan tertentu merupakan suatu hal yang lumrah. Demikian juga yang terjadi di lingkungan Pertamina. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini berupaya menempatkan SDM yang tepat untuk setiap posisi yang dibutuhkan. The right man in the right place.
Untuk mencapai visi perusahaan menjadi World Class Energy Company, Pertamina harus agresif menyiapkan suksesi dalam kurun waktu lima tahun ke depan menggantikan jajaran pemimpin senior pada level manajemen. Menurut Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, hal ini ditempuh akibat sepuluh tahun pembekuan rekrutmen pada BUMN Indonesia, termasuk Pertamina.
“Sekarang saatnya Pertamina mempercepat persiapan generasi pemimpin untuk level Vice President dan Senior Vice President kepada pekerja yang jauh lebih muda. Proses pengembangan karier Pertamina yang biasanya berlangsung selama lima tahun harus dipercepat menjadi dua tahun untuk mengisi posisi pengganti pertama dengan pemimpin yang cakap dan siap,” tegasnya.
Pertamina memutuskan untuk memenuhi tantangan kepemimpinan yang sangat besar ini dengan cara baru, yaitu dengan menggerakkan para pemimpinnya dan melibatkan perusahaan untuk membangun program pengembangan bakat terbaik yang dinamakan Catalyser.
Pada April 2018, Pertamina melakukan kick off program tersebut. Para pemimpin Pertamina menentukan rencana untuk program akselerasi kepemimpinan secara besar-besaran yang difokuskan pada kapabilitas dan kesiapan 650 manajer berpotensi tinggi untuk menduduki 290 posisi pada level Vice President dan Senior Vice President. Mereka diseleksi dengan ketat tidak hanya berdasarkan kinerja dan potensi semata, tapi juga berdasarkan aspirasi yang semuanya diukur dengan 27 indikator.
Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) Koeshartanto mengungkapkan, Catalyser ini merupakan program Akselerasi untuk menyiapkan Future Leaders Pertamina dengan mengkombinasikan Modul-modul bisnis komprehensif dilengkapi dengan studi banding ke berbagai penjuru dunia dan rangkaian kegiatan tersebut dilaksanakan dengan Partner-partner Professional yang sangat berpengalaman dalam mengembangkan wawasan bisnis & leadership masa depan.
“Ini merupakan kesempatan yang istimewa dan unik, karena hanya beberapa perusahaan yang melakukannya,” ujarnya.
Koeshartanto memiliki tanggung jawab untuk memastikan implementasinya berjalan, menjamin komitmen para pemimpin senior untuk secara aktif berperan pada program ini, dan memastikan dukungan yang berkelanjutan dari Kementerian BUMN.
“Dengan Catalyser kami tidak mengambil pendekatan “off the shelf”. Artinya kami membangun sendiri strategi pembelajaran dan pengembangan, juga menggunakan standar pengukuran sendiri. Kami tidak hanya melatih dan mempromosikan pekerja, tapi kami membantu mereka menetapkan jalur karier, aspirasi dan kebutuhan pembelajaran mereka. Kami memberikan paparan internasional. Kami percaya, hal tersebut dapat memperbesar kontribusi mereka terhadap perusahaan dan Indonesia,” ungkapnya.
Untuk memenuhi tantangan ini, Pertamina membuat konsep program akselerasi dengan mengajak untuk berkolaborasi (co-creation) para pekerja level Senior Vice President sebagai mentor dan assesor untuk mengembangkan generasi pemimpin berikutnya.
Co-creation tahap pertama ini dibantu oleh dua senior advisor, Dr. Bob Aubrey dan Dr. Hora Tjitra, yang sebelumnya memimpin studi mengenai budaya belajar Pertamina sehingga mengenal baik perusahaan, mereka menghasilkan 16 kapabilitas pemimpin masa depan yang dibutuhkan untuk mencapai perusahaan energi berkelas dunia. Pemetaan itu dengan jelas menerangkan bahwa “one size fits all” kapabilitas tidak akan memberikan kedalaman yang dibutuhkan untuk memimpin bisnis energi yang kompleks dan berubah secara dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Oleh karena itu, selama dua tahun, pekerja level manajer pilihan tersebut mengikuti pembelajaran yang akan membentuk mereka menjadi pemimpin akan memiliki sejumlah kapabilitas umum dan kapabilitas spesifik yang dibagi menjadi empat 4 program accelerators dalam kerangka kerja Catalyser.
Empat program tersebut, yaitu enterprise, energy, global, dan technology. Program Enterprise adalah pengembangan kapabilitas dan pola pikir kepemimpinan untuk mengembangkan dan menciptakan bisnis dan strategi, perubahan, dan teknologi yang terkemuka. Program Energy merupakan pengembangan kapabilitas dan pola pikir kepemimpinan untuk mengembangkan sumber energi untuk minyak, gas, panas bumi, petrokimia, aplikasi energi terbaru atau terbarukan. Program global adalah pengembangan kapabilitas dan pola pikir kepemimpinan untuk bisnis internasional dan bekerja lintas budaya. Sedangkan program technology adalah kapabilitas dan pola pikir kepemimpinan untuk mengantisipasi dan beradaptasi terhadap perubahan dan disrupsi teknologi.
Tahapan kedua co-creation diawali dengan rumusan Request for Proposal (RFP) untuk mengidentifikasi mitra belajar yang paling tepat untuk masing-masing accelerator. RFP dikirim ke 12 penyedia pembelajaran kelas dunia, Beberapa darinya adalah sekolah bisnis dan firma konsultan dan lainnya yang merupakan spesialis dalam bidang energi. Pada akhir prosesnya, dua mitra terpilih yaitu INSEAD dan Deloitte. Pendekatan mereka terhadap pembelajaran cukup berbeda dan sesuai dengan keinginan Pertamina. Untuk meringkas perbedaannya, pendekatan INSEAD merupakan gaya pendidikan sekolah bisnis eksekutif, sementara pendekatan Deloitte merupakan gaya belajar laboratorium dan eksplorasi di luar ruang kelas.
Menurut Vice President People Development Pertamina Gustini Raswati sebagai Project Owner Catalyser Program, Keunggulan program Catalyser disbandingkan program kepemimpinan lainnya adalah bagaimana perusahaan mengembangkan aspirasi untuk akselerasi kepemimpinan. Dari hasil penilaian, tidak seluruh manajer menengah di Pertamina memiliki keinginan dan dorongan untuk menjadi pemimpin senior. Karena itu, proses pengembangan Catalyser menghasilkan visi karier yang dapat memotivasi, realistis untuk setiap partisipan serta dicocokkan dengan kebutuhan strategi kapabilitas perusahaan.
Sarana belajar program ini melalui Personal Enterpise Plan (PEP). Kandidat mengekspresikan aspirasi karier mereka dalam aplikasi untuk mengikuti program Catalyser. PEP tersebut akan direvisi dan diperkaya selama mentoring dengan pemimpin senior perusahaan. PEP juga digunakan pada tahapan validasi yang berbeda, tidak hanya untuk seleksi tetapi juga untuk memutuskan langkah selanjutnya untuk partisipan dalam proses Catalyser.
Pada tahap kedua, manajemen senior merekomendasikan negara mana yang dapat dijadikan tempat menimba ilmu sehingga akselerator dapat menganalisis perubahan dunia bisnis sehingga mereka memahami tantangan yang dihadapi perusahaan di masa yang akan datang.
Tiga destinasi internasional terpilih untuk sesi Catalyser Accelerators: satu minggu di negara internasional (2 minggu untuk Global Accelerator) beserta kunjungan perusahaan, interaksi dengan pakar lokal dan jaringan internasional. INSEAD dan Deloitte mengorganisir sesi-sesi dengan target negara ini. Paparan dan perubahan pola pikir dalam Catalyser tidak terbatas dalam pengalaman satu minggu di luar negeri. Action Learning Project (ALP) dan Mobility Assignment memberikan paparan terhadap partisipan kepada bisnis, fungsi, proyek strategis yang berbeda di Pertamina.
Tahap selanjutnya adalah action learning. Angkatan pertama, terdiri dari 130 partisipan bekerja dalam 20 Action Learning Project (ALP) nyata yang dianggap strategis oleh manajemen senior. Pada angkatan selanjutnya, jumlah proyek akan dua kali lebih banyak dari angkatan pertama.
Kebanyakan dari ALP dirumuskan untuk proyek strategis baru. Pada tahun pertama, proyeknya adalah 7 Proyek Enterprise termasuk akuisisi, strategi aset, akuisisi portofolio, dan analisis pasar, 4 Proyek Global termasuk kemitraan internasional dan manajemen bisnis internasional, 2 Proyek Technology termasuk digitalisasi dan aplikasi teknologi baru, 3 Proyek Energy termasuk hulu, hilir, dan energi terbarukan, serta 4 Proyek umum termasuk substitusi energi dan kemitraan.
Kesimpulannya, sebelum memasuki program belajar Catalyser, kandidat mendaftar dan menulis aspirasi karier mereka sebagai pemimpin Pertamina. Selain itu, ada juga sejumlah kriteria seleksi termasuk rekomendasi manajer, demonstrasi kinerja dan potensi (diukur dengan 2 level kriteria nasional yang ditetapkan untuk BUMN, yaitu OLAS dan SLAS). Berdasarkan hal tersebut, validasi pertama dilakukan dan terpilih kandidat untuk tahun pertama Catalyser. Kandidat dicocokkan dengan Program Catalyse Accelerators yang mereka ajukan.
Periode belajar intensif pada tahun pertama melingkupi mentoring karier pribadi dengan manajer senior, partisipan tim dalam strategis proyek bisnis Pertamina, dan partisipasi dalam satu dari empat Catalyser Accelerators. Ini menuntun ke validasi kedua dalam bentuk wawancara individual berdasarkan Key Development Indicators (KDI), dengan hasil akhir seleksi untuk tahun kedua.
Pada tahun kedua Catalyser adalah paparan nyata pada peran pemimpin yang disebut Mobility Assignment. Ini disesuaikan dengan masing-masing partisipan berdasarkan PEP dan kebutuhan pengembangan mereka dari validasi kedua yang di cocokkan dengan kebutuhan kepemimpinan Pertamina. Hal ini dilaksanakan dalam bentuk posisi kepemimpinan sementara, proyek atau pemindahan. Penilaian akhir menggunakan KDIs adalah kandidat untuk promosi menjadi Vice President atau Senior Vice President. Karena tahapan ini mencakup pengembangan karier nyata, kesempatan dan validasi yang disesuaikan dengan tiap individual: dalam kata lain, setiap partisipan akan mengikuti jalur pengembangan yang unik.