Perburuan besar-besaran terjadi pada dekade 1990-an untuk memenuhi permintaan hewan peliharaan di negeri jiran seperti Malaysia dan Thailand. Inilah yang menjadi pemicu kepunahan Tuntong Laut. Bahkan yang lebih miris, Tuntong Laut banyak diburu bahkan mulai dari telurnya. Di Aceh Tamiang, telur Tuntong merupakan salah satu bahan utama hidangan tradisional yang dinamakan Tengulik dan diperjualbelikan.
Salah satu pemburu Tuntong Laut dan telurnya adalah Abubakar. Lebih dari satu dasawarsa ia menggantungkan hidup dari pemburuan butiran telur Tuntong. Lepas senja, pria paruh baya itu bersiap menelusuri pantai Ujung Tamiang untuk menggerus lubang berisi butiran telur tuntong. Setiap malam hasil pemburuan tidak kurang 100 butir yang terkumpul untuk dilego kepada pembeli, Rp. 500 harga per butir di tahun 1995.
Namun, sejak 2006 ia berbalik haluan. Bersama tujuh orang lainnya dalam Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia (YSCLI), ia ikut melakukan pelestarian Tuntong Laut dan mengedukasi masyarakat sekitar untuk melindungi satwa berpunggung baja tersebut.