Mengangkat Derajat Masyarakat Pesisir

CSR_PesisirBONTANG – Nama Muhamad Ali begitu populer di antara msyarakat Kelurahan Tanjung Laut Indah, Kota Bontang, Kalimantan Timur. Perantauan asal Sulawesi itu menjadi tokoh penggerak pelestarian mangrove melalui Kelompok Lestari Indah. Pria yang sangat memahami jenis dan perawatan mangrove itu kami temui di Rumah Mangrove Information Center, Kamis (13/2) bersama anggota kelompok binaannya.

 

Pak Ali, begitu kami sapa, membudidayakan mangrove sejak tahun 2009. “Awalnya saya melihat bencana tsunami di Aceh. Saya yang tinggal di pesisir tidak ingin musibah tersebut terjadi di sini,”kisahnya. Entah berhubungan atau tidak, menurut Ali dengan menanam mangrove di sekitar pantai, minimal bisa menahan gelombang air yang begitu besar sekaligus mengurangi abrasi.

 

Awalnya ia menanam seorang diri sekaligus mela­kukan pembibitan dengan mencari buah mangrove di hutan. Bibit mangrove siap tanam, oleh Ali ditanam di sekitar pesisir. Hanya be­berapa orang saja yang mengikuti jejak Ali, karena keterbatasan waktu untuk mengerjakan hal yang sifatnya sukarela.

 

Ali tak kehabisan ide. Ia berencana membuat sentra pembibitan mangrove di Tanjung Laut. Menurutnya pembibitan mangrove sangat berpeluang memberikan hasil bagi masyarakat, apalagi banyak perusahaan di sekitar Bontang yang rutin melakukan kegiatan penanaman mangrove.

 

“Saya masukkan per­mohonan ke PT Badak NGL tahun 2009. Tidak sampai satu minggu kami disurvei dan bantuan langsung turun,” kenang Ali. Bantuan yang dimaksud meliputi pem­bangunan bedeng pem­bibitan, polybag, pembelian benih, dan lain-lain. Agar masyarakat terlibat, Ali punya aturan. Setiap kantong bibit yang ditanam warga diberi imbalan. “Sekarang satu bibit diupah Rp 700, kalau rajin sehari bisa dapat 400 kantong,”papar Ali.

 

Bibit yang sudah jadi, de­ngan usia 3 – 6 bulan biasanya dijual kepada perusahaan yang akan melakukan kegiatan penanaman mang­rove dengan harga beragam. “Untuk PT Badak dan pe­merintah kami berikan har­ga khusus, karena telah memberikan dukungan dan pembinaan bagi kami dalam mengembangkan usaha ini,”jelasnya. Harga bibit berkisar antara Rp 3.000 – Rp9.000 per batang.

 

Hasil penjualan  dibagi kepada anggota kelompok yang terlibat dalam pembibitan dan perawatan. Ali juga menyisihkan hasil usaha kelompok untuk pembelian lahan. “Agar tidak bermasalah atau kena gusur, kami beli lahan pembibitan se­­luas  4 x 8 meter,” kata pria yang berencana membangun ekowisata mangrove di lahan tersebut.

 

April 2013, Ali mendapat dukungan dari PT Badak NGL untuk membangun Rumah Mangrove Infromation Center (RMIC). Yakni pusat belajar masyarakat untuk budidaya mangrove dan keterampilan pe­manfaatan buah melalui berbagai pelatihan. Saat ini su­dah ada 12 kelompok yang bernaung di bawah RMIC. Ada­pun produk yang dihasilkan tidak hanya bibit mangrove, tetapi juga produk turunan lain­nya. Seperti sirop mangrove, dodol mangrove dan pewarna batik.

 

“Target khusus Rumah Mangrove Information Center ini adalah meningkatkan pem­berdayaan perempuan melalui kegiatan produktif ekonomi kreatif, sehingga mampu mem­berikan penghasilan tambahan bagi keluarga,”jelas Ali.

 

Kini niat Ali yang awalnya ingin mencegah abrasi pantai dengan menanam mangrove, ternyata telah berkembang. Tidak hanya menjaga keles­tarian ekosistem pantai, tetapi juga  mengangkat derajat masyarakat pesisir.•DSU

Share this post