Menjaring Bisnis Budi Daya Kepiting Soka

CSR_Kepiting _SokaCILACAP - Kepiting me­ru­pakan salah satu makanan laut primadona yang digemari banyak kalangan. Tidak meng­­herankan, harga jualnya juga relatif tinggi.

 

Dari banyaknya je­nis ke­piting yang dapat di­kon­sumsi, salah satunya adalah kepiting tulang lunak atau kepiting soka. Jauh di selatan Pulau Jawa, tepatnya di Kabupaten Cilacap terdapat usaha budi daya kepiting soka yang dikembangkan oleh Rato (35), seorang lulusan salah satu sekolah tinggi perikanan di Yogjakarta.

 

Demi mengembangkan kepiting tulang lunak, ia rela tinggal di wilayah yang jauh dari keramaian di sebuah lokasi yang dikelilingi oleh lahan hutan milik Perhutani.

 

Untuk mencapai lokasi tam­bak, harus melalui per­jalanan yang cukup jauh ka­re­na harus membelah kali panas dengan mengendarai perahu motor selama kurang lebih se­tengah jam. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan mengendarai sepeda motor hingga ke lokasi tambak.

 

Warga asli Cilacap itu, mengawali usaha budi daya pada 2004 dengan dibantu oleh investor asal Tiongkok. Dimulai dengan bibit kepiting sebanyak 1 kuintal.

 

Namun, usahanya pada saat itu sempat gagal karena banyaknya kepiting yang mati. “Kendala dalam melakukan budi daya ini terletak pada pem­bibitan dan ketelatenan,” ujar Rato ketika ditemui di lokasi tambaknya.

 

Secara bertahap ia bang­kitkan usahanya yang ke­mudian kian berkembang. Rato merupakan ke­tua kelompok Rekatha Mus­tika Patra yang memiliki 15 anggota pembudi da­ya. Kelompok tersebut men­da­patkan bantuan dan du­kungan dari Pertamina, khu­susnya Pertamina Refinery Unit IV Cilacap. “Kami mulai mendapatkan bantuan dari Pertamina pada tahun 2009.”

 

Bantuan yang diberikan Per­tamina berupa bibit se­banyak 30 kg per anggota kelompok. Totalnya mencapai 450 kg bibit. “Selain itu, kami diberikan lemari pendingin dan keranjang budi daya ke­piting,” ungkap Rato. Kepiting soka memiliki kon­tur kulit yang lunak se­hing­ga dapat dikonsumsi tanpa harus dikupas terlebih dahulu kulitnya. Pengembangan dila­kukan pada empat petak ko­lam yang masing-masing seluas 1.000 meter.

 

Dalam sehari, Rato dapat memanen 5 kg kepiting soka sehingga dalam satu bulan sebanyak 150 kg kepiting soka dapat dihasilkan. “Harga jual kepiting soka sekitar Rp85 ribu/kg. Hasil panen itu untuk memenuhi ke­butuhan sekitar. Kebetulan saya juga punya rumah makan sendiri yang kepitingnya diambil dari sini,” tuturnya.

 

Rato mengatakan Perta­mina masih terus melakukan monitoring dan pelatihan budi daya untuk masyarakat sekitar. Dia berharap agar nelayan atau petani lainnya bisa mengikuti jejaknya untuk menjaring bisnis budi daya kepiting soka sebagai kegiatan sambilan yang menjajikan. “Potensi pasarnya masih tinggi harapan kami Pertamina bisa mendorong mereka agar bisa maju.”

 

Menurut Junior Officer CSR Pertamina RU IV Aditya Nugrahadi, program pemberdayaan nelayan di Kotawaru tersebut merupakan bagian dari bentuk kepedulian sosial perusahaan untuk mengembangkan potensi masyarakat sekitar wilayah kerjanya.

 

“Hal ini juga sejalan dengan visi CSR Pertamina RU IV Cilacap untuk men­ciptakan kehidupan masya­rakat Ciacap yang lebih baik, berdaya saing, dan mandiri.”•DSU

Share this post