Pusat Konservasi Mangrove Segara Anakan Jadi Model Penyelamatan Kawasan Pesisir

7-tanda Tangan PrasastiCILACAP -  “Saya sangat mengapresiasi Pertamina yang mewujudkan Segara Anakan menjadi Pusat Kon­servasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah Indonesia. Ini menjadi salah satu bukti model penyelamatan kawasan pesisir yang dila­kukan oleh sebuah badan usaha bekerja sama dengan masyarakat sekitar, akademisi dan pemerintah daerah,” demikian dikatakan Menteri Lingkungan Hidup  Prof. Dr. Balthasar Kambuaya, MBA setelah menandatangani pra­­sasti  pencanangan Pusat Konservasi Mangrove dan Studi Plasma Nutfah Indonesia di Dusun Lempong Pucung, Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut, Kabupaten Cilacap, pada Senin (5/9).

 

Menurut Balthasar, penye­lamatan hutan mangrove sangat penting dilakukan karena dapat menopang eko­sistem pesisir. “Jika eko­sistem pesisir baik, maka nelayan tidak perlu jauh-jauh ke tengah laut untuk menjala ikan. Karena, habitat  binatang yang hidup di perairan sekitarnya pun baik,” jelasnya. Dengan demikian, kualitas hidup para nelayan pun menjadi lebih baik.

 

“Jika ingin melihat konsep sustainability development, upaya yang dilakukan Pertamina Cilacap  ini bisa dijadikan contoh yang baik bagi pelaku bisnis lainnya,” ujar  Balthasar.

 

Hal senada juga disam­paikan Direktur Umum Perta­mina Luhur Budi Djatmiko. Menurutnya, pelestarian eko­sistem mangrove meru­pakan sumber daya alam yang memiliki arti  sangat pen­ting bagi masyarakat pesisir. Apalagi laguna Segara Anakan merupakan ekosistem muara terluas di Pulau Jawa. “Dengan keanekaragaman mangrove terlengkap, diharapkan ke depannya hutan mangrove di Segara Anakan ini dapat menjadi hutan mangrove terbesar di Asia. Tentunya, setelah direstorasi,” ujarnya.

 

Untuk mewujudkan hal tersebut, melalui Refinery Unit IV Cilacap, Pertamina menggandeng Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ilmu Kelautan & Perikanan Universitas Soedirman, Purwokerto, serta Kelompok Tani Patra Krida Wana Lestari untuk mengembangkan  pusat kon­­servasi mangrove di ka­wasan seluas 16.595 hektar ini.  “Manfaatnya, selain ke­les­tarian lingkungan, dari sisi ekonomi, rekreasi dan pendidikan pun dapat tercapai. Kami akan bekerja sama me­la­kukan pengembangan selama lima tahun hingga pusat konservasi ini menjadi arboretum mangrove,”  ujar Arsyad, peneliti Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan IPB.

 

Menurut GM RU IV Ci­lacap Edy Prabowo, pada dasarnya, kawasan Segara Anakan menjadi salah satu pilot project program Corporate Social Responsibility (CSR RU IV) di bidang lingkungan.  “Program pelestarian lingkungan yang kami lakukan selalu berbasis pemberdayaan masyarakat. Dengan sistem terintegrasi yang diterapkan  di sini, diha­rapkan dapat membuat masyarakat yang tinggal di pesisir menjadi mandiri,” tegas Edy.•RIA

 

Share this post