Ketidakpastian pendidikan para anak pekerja Indonesia di daerah perbatasan mendapatkan kepedulian dari seorang bidan, Hj. Suraidah S.SKM. Didukung oleh Camat Sebatik Tengah dan para relawan, serta Yayasan Ar-Rasyid, pada tahun 2014, berdirilah Sekolah Tapal Batas di Desa Sungai Limau atau ‘sekolah kolong’, begitu orang biasa menyebutnya. Memang, kegiatan belajar mengajar di sekolah ini dilakukan di kolong bangunan rumah.
Niat baik saja tidak cukup, jika tidak diikuti dengan semangat, kerja keras dan sikap pantang menyerah. Itulah yang dirasakan Suraidah, Untuk meyakinkan anak-anak belajar di sekolah tapal batas, para guru dan sukarelawan mendatangi para calon muridnya di kebun-kebun sawit di Malaysia.
Meyakinkan para calon orang tua murid yang mayoritas bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit yang telah masuk dalam wilayah Malaysia, bukanlah langkah mudah. Karena tidak banyak orang tua yang mengijinkan anaknya menyeberangi perbatasan negara untuk menuju sekolah yang berjarak 4 km dari tempat tinggal mereka dan menghabiskan waktu 2 jam jika berjalan kaki.
Belum lagi tantangan yang datang dari petugas perbatasan. Anak-anak harus mendapatkan izin polisi Malaysia untuk melintasi perbatasan. Tanpa izin, mereka akan diburu dan ditangkap untuk dikurung selama dua hari karena telah melanggar lintas batas negara. •RINA