Tuntong Laut Tak Lagi Tinggal Cerita

Tuntung Laut _AcehACEH – Menyelamatkan Tuntong Laut (Batagor Borneonsis) dari kepunahan bukanlah perkara yang mudah, karena kepunahan salah satu spesies dari Kura-kura air ini ternyata sebagian besar diakibatkan oleh tangan manusia sendiri.

 

Di saat musim bertelurnya Tuntong adalah menjadi tradisi masyarakat lokal setempat berburu telur Tuntong untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Selain itu daging Tuntong itu sendiri menjadi makanan tradisional masyarakat lokal Tamiang yang dinamakan Tengulik yaitu sejenis Srikaya sebagai selai dan menjadi makanan lokal khas melayu.

 

Hal yang lebih mengenas­kan adalah Tuntong dewasa jantan yang bisa bertahan hidup hingga umur 80 tahun juga menjadi ajang perburuan untuk diperdagangkan dan jual kepada kolektor. Kisaran nilai jual Tuntung bisa mencapai Rp 10 juta untuk umur yang 8 tahun.

 

Secara berangsur penye­bab kepunahan Tuntong mu­lai dikendalikan. PT Per­ta­mina EP Field Rantau Aceh bekerja sama dengan Yayasan Satu Cita Lestari Indonesia (YSCLI) melakukan pelestarian Tuntong Laut di Pesisir Kabupaten Aceh Tamiang.

 

Langkah  pengamatan, penyelamatan dan penang­karan terus diupayakan Per­ta­mina EP Field Rantau dalam melestarikan tuntung laut, di antaranya dengan menja­lankan Program Patroli Tuntung laut yang dilakukan dari 20 - 30 Desember 2013 di kawasan pesisir Pantai Pusung Putus, Pantai Pusung Cium dan  Pantai Pusung Ujung Tamiang, hal ini dila­kukan untuk mengetahui populasi  Tuntung Laut.

 

Pada Oktober 2013, se­banyak 77 tukik yang memiliki rata-rata panjang tempurung 11, 3 cm dilepaskan kembali ke habitatnya. Pada musim bertelur November 2013 hing­ga Januari 2014 berhasil diselamatkan sebanyak 328 telur dari 20 sarang. Namun banyak pula sarang yang terlebih dahulu dipanen oleh nelayan.

 

Pembina Yayasan, Joko Guntoro yang juga ber­tin­dak sebagai peneliti dan pendiri penakaran Tuntung mengungkapkan spesies ini menempati urutan ke-25 spesies kura-kura paling terancam punah di dunia. Data tersebut berdasarkan riset yang dilakukan oleh In­ternational Union for Conservation of Nature yaitu sebagai lembaga rujukan untuk tingkat keterancaman satwa flora dan fauna di dunia.

 

Asmen Legal Relation Pertamina EP Rantau-Aceh, H. Jufri mengatakan kerjasama yang dilakukan yaitu memberikan fasilitas penakaran dan pembesaran Tuntong, melakukan kegiatan konservasi spesies berupa sosialisasi ke masyarakat dan siswa sekolah, menggelar patroli penyelamatan Tun­tong dan telurnya di saat musim bertelur, survei ha­bitat, pengayaan habitat, pembesaran telur Tuntong menjadi Tukik untuk dilepas­kan ke habitat aslinya.

 

Hal tersebut tidak lain adalah agar Tuntong Laut tidak lagi tinggal cerita karena habitatnya yang telah punah melainkan terus berupaya meningkatkan populasi Tuntong tersebut. “Kita lakukan pelestarian Tuntong mulai dari pembiakan, ke­giatan operasional, kebutuhan makanan selama 5 tahun yang dimulai dari 2013,” ungkapnya.

 

Berkat upaya pelestarian satwa langka Tuntong Laut di Aceh Tamiang tersebut, Pertamina mendapatkan penghargaan dari The La Tofi School of CSR dalam ajang Indonesia Green Awards 2014 untuk kate­gori Mengembangkan Keanekaragaman Hayati.•IRLI

Share this post