Wanasari, Ekowisata Mangrove Berbasis Konservasi

W ISATA_m ANGROVE_b ALIWisata kuliner di Pulau Dewata kian beragam seiring dengan berkembangnya pariwisata di Bali. Menjamur­nya restoran dan rumah ma­kan yang menjanjikan masak­an khasnya, menjadi peluang bagi pebisnis kuliner di kawasan yang dikenal dengan pantai yang eksotis.

 

Salah satu tempat wisata yang saat ini menjadi tujuan pengunjung adalah Ekowisata Wanasari, Tuban, Bali. Wisata yang ditawarkan mengawinkan antara kuliner dan wisata lingkungan di sekitar hutan mangrove.

 

Salah satu menu favorit adalah aneka olehan kepiting bakau. Kepiting yang dibudi­dayakan kelompok nelayan pengelola ekowisata tersebut, sangat dikenal karena tekstur dagingnya yang tebal. Di tempat ini juga disediakan aneka minuman dan makanan olahan dari buah mangrove. Ada sirup, keripik, biskuit, coklat dan dodol.

 

Sementara untuk menikmati keelokan hutan mangrove di lokasi yang tepat berada di samping tol laut Bali ini, pengunjung juga bisa menikmati wisata edukasi berbasis lingkungan. Yakni pengolahan produk mangrove, menanam dan budidaya mangrove, keliling hutan dengan kano sambil memungut sampah serta melihat dari dekat budidaya kepiting bakau.

 

Ekowisata Mangrove Wanasari, lahir berkat kegigihan kelompok nelayan Wanasari yang ingin maju untuk meningkatkan kehidupan mereka. Bermula dari uji coba Made Sumasa mengembangbiakkan kepiting bakau dengan sistem keramba tancap pada tahun 2009. Keramba berukuran 15x 20 meter tersebut, bisa menghasilkan kepiting bakau yang segar dan diminati beberapa restoran seafood di sekitar Bali.

 

Keberhasilan tersebut mendorong Made untuk meng­a­jukan proposal bantuan pelatihan budidaya kepiting serta pengembangan kepiting bakau ke Pertamina. Kebetulan Wanasari berada di sekitar daerah operasi Pertamina yakni DPPU (Depot Pengisian Pesawat Udara) Ngurah Rai.

 

Gayung bersambut. Per­ta­­mina membantu pem­­bangunan karamba, pelatihan dan bibit kepiting bagi kelompok nelayan beranggotakan 35 orang itu. Budidaya berhasil dan sukses panen mencapai 95%. Kepiting hasil olahan pun diekspor ke beberapa negara, seperti Singapura dan Malaysia. Namun kesuksesan itu tak berjalan mulus. Mereka akhirnya mulai memutar ide untuk kehidupan kelompok nelayan yang lebih baik. Hingga muncul ide membuat ekowisata mangrove. 

 

Kembali Made mengaju­kan proposal ke-2 kepada Pertamina dan mendapat sambutan. Sejalan dengan program CSR Pertamina bidang lingkungan, para nelayan melestarikan hutan mangrove. Perlahan tapi pasti, kegiatan penanaman dilanjutkan dengan pemba­ngunan saung, jembatan titian menuju ke hutan, serta wisata edukasi dan kuliner. 

 

“Semangat kami ada­lah maju bersama dan ber­komitmen,”jelas Made. Kini kail yang diberikan Pertamina telah mendorong ekonomi nelayan Wanasari bahkan keluarganya.  Setiap bulan, mereka bisa mengantongi laba hampir 100 juta rupiah. 

 

Ekowisata Mangrove Wanasari kini menjadi salah satu ikon di Bali serta menjadi tujuan wisatawan, yang ingin melihat dari dekat pengelolaan ekowisata mangrove yang terintegrasi. Satu hal yang senatiasa dipegang yakni pengelolaan ekowisata tetap memperhatikan konservasi lingkungan.•DSU

Share this post