Jadi Relawan di Kampung Halaman

LOMBOK - Asa mencari rezeki mendorong mereka merantau jauh dari Lombok. Namun rentetan gempa yang terjadi memanggil mereka kembali ke kampung halamannya.

Mereka adalah Amri (pekerja Pertamina Geothermal Ulubelu Lampung), Sony (pekerja Pertamina Geothermal Lumut Balai Sumatera Selatan), Noval (pekerja TBBM Ende- NTT MOR V), dan Anggardi (pekerja Domestic Gas MOR V).

Masih terngiang di ingatan Sony, bagaimana paniknya ia ketika menerima telepon dari istri dan anaknya yang tinggal di Gunungsari Lombok Utara malam itu. Mereka menangis tiada henti karena gempa telah mengguncang dan langsung disusul mati listrik. Suasana gelap, panik dan mencekam.

"Saya tambah pusing karena anak bungsu saya tinggal dengan nenek yang jaraknya 300 meter dari rumah tapi tidak ada yang bisa dihubungi. Ditambah isu-isu yang beredar di media sosial sangat macam-macam membuat hati tambah panik," katanya.

Tak pikir panjang, ia pun langsung mengajukan off duty dan kembali ke kampungnya.

Cerita berbeda dari Angga. Beberapa hari setelah gempa pertama, pria kelahiran Tanjung Lombok Utara ini pulang ke Lombok untuk menengok keluarganya termasuk sang kakek yang sedang dirawat di rumah sakit. Siapa sangka, gempa susulan terjadi tak kalah hebat. Sang kakek yang sudah memakai oksigen untuk bantuan bernafas dengan terpaksa diungsikan. Namun karena kepanikan yang terjadi, sang kakek terlambat ditangani dan menghadap Ilahi.

Demikian juga dengan Noval yang kebetulan sedang cuti dan pulang ke runahnya di Mataran saat gempa 7 SR terjadi. Ia merasakan betul kepanikan keluarganya saat terjadi hampir tengah malam.

"Semua orang keluar rumah tapi gelap. Panik, dan banyak yang teriak teriak. Besoknya baru terlihat banyak bangunan retak dan hancur," kenangnya.

Sementara Amri, ia langsung teringat keluarganya yang di Mataram begitu mendengar terjadinya gempa. Meski sang istri hidup bersamanya di Lampung, namun paman dan keluarga lainnya masih tinggal di seputaran Universitas Mataram.

Mereka berasal dari tempat kerja yang berbeda-beda. Namun ada satu yang mendorong mereka kembali ke Lombok, yaitu untuk memastikan keluarganya dalam kondisi aman.

Bisa dikatakan, mereka pun sebetulnya korban dari bencana ini. Namun empati satu rumpun mendorong mereka untuk menjadi relawan di Posko Pertamina yang didirikan di Kecamatan Pemenang, Lombok Utara.

"Begitu tahu ada pengumuman dibutuhkan relawan untuk Posko Pertamina di Lombok, saya langsung daftar," kata Anggardi.

Siapa yang sangka, mereka yang sama-sama orang Lombok, sama-sama pekerja Pertamina akhirnya bisa berkenalan di Posko gempa dan bermalam bersama selama berhari-hari hingga status tanggap darurat dicabut Pemerintah pada Sabtu (25/8/2018) ini.

Gempa memang meluluhlantakan rumah-rumah, merobohkan sekolah dan masjid dan meresahkan ribuan warga. Namun di balik itu semua, gempa juga mempertemukan mereka berempat.*ADITYO

Share this post