JAKARTA - PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia (ATPI) mencatat kinerja positif pada triwulan I tahun 2018. Tercatat, hingga bulan April 2018, ATPI berhasil meraih laba bersih sebesar USD 9,4 juta. Jumlah tersebut naik 21% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Bahkan, perseroan memperkirakan, sepanjang tahun ini peningkatan bisnis ATPI secara keseluruhan bisa mencapai lebih dari 15%.
Peningkatan kinerja tersebut didorong oleh kinerja induk perusahaan yang naik signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, baik dari kegiatan underwriting maupun kinerja investasi. Disebutkan bahwa pendapatan premi bruto selama empat bulan pada tahun ini tercatat sebesar USD 76,1 juta dan hasil underwriting sebesar USD 14,8 juta. Peningkatan premi itu didominasi lini asuransi properti dari sektor migas dan energi serta aviasi.
“Tahun ini, kami tetap lebih memilih strategi untuk memperbaiki hasil underwriting,” jelas Direktur Keuangan & Jasa Korporat ATPI Muhammad Syahid, saat acara buka puasa bersama dengan awak media di Kaffeine Coffee The Foundry, Jakarta, pada Kamis (24/5/2018).
Sementara itu, Presiden Direktur ATPI Indra Baruna menambahkan, penerapan strategi tersebut demi menjaga tingkat kehati-hatian dalam mengukur risiko. Untuk itu, beberapa bisnis yang sebelumnya di-cover oleh perseroan tidak diperpanjang lagi. Keputusan ini didasari adanya peningkatan risiko dan penundaan beberapa proyek.
“Secara top line, strategi ini membuat pertumbuhan bisnis perseroan tidak terlalu besar. Sebaliknya, secara bottom line, bisnis perseroan meningkat signifikan karena tingkat risikonya lebih rendah," papar Indra.
Masih menurut Indra, ATPI juga tetap mengembangkan bisnis-bisnis yang selama ini menjadi andalan perseroan. Sebaliknya, perseroan tidak akan ragu untuk melepas bisnis yang kurang memberikan sumbangan signifikan terhadap kinerja. Berbekal pengalaman lebih dari 36 tahun, ATPI memahami betul karakteristik masing-masing sektor bisnis. Untuk itu, perseroan menjalankan kebijakan subsidi silang antara bisnis yang prospektif dan kurang prospektif.
"Kami hanya lebih berhati-hati dan lebih selektif karena tidak semua bisnis tersebut tidak menguntungkan. Kami akan meningkatkan retensi atas bisnis yang prospektif. Sebaliknya, kami akan lebih berhati-hati menggarap bisnis yang kurang prospektif," ujarnya.
Demi menyeimbangkan risiko bisnis, anak usaha Pertamina ini juga akan semakin aktif memasuki bisnis ritel. Dengan memasuki bisnis ritel, hasil underwriting akan jauh lebih stabil dibandingkan bertumpu hanya pada bisnis korporasi. "Hingga saat ini, bisnis ritel memang baru berkontribusi sekitar 3% dari keseluruhan bisnis ATPI. Sebagai perusahaan asuransi umum, ATPI terus berupaya untuk melakukan diversifikasi usaha mengikuti dinamika ekonomi maupun kebutuhan masyarakat yang lebih luas, " imbuh Indra.
Menurutnya, perseroan berkesempatan untuk memasuki pasar asuransi ritel karena pertumbuhan premi pasar ritel sangat besar. Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis ritel, maka perseroan sedang mengoptimalkan saluran distribusi baik dengan penambahan kantor pemasaran/kantor cabang, keagenan, membuka lini-lini bisnis baru di sektor ritel maupun melalui pemanfaatan inovasi teknologi informasi.
Ia optimistis ATPI mampu bersaing di segmen ritel. Terlebih lagi, jumlah modal perseroan jauh di atas rata‐rata industri. Kondisi ini menunjukkan bahwa perseroan memiliki struktur modal yang kuat. Adapun pendapatan premi bruto perusahaan juga berada jauh di atas rata‐rata industrinya, dengan RBC 378.09%.
”Baik personal lines maupun financial lines, bisnis retail memiliki pertumbuhan yang tinggi dibandingkan dengan bisnis korporasi. Kondisi ini menjadikan pengembangan bisnis ritel sebagai salah satu fokus kami untuk menjaga portofolio bisnis ATPI secara keseluruhan," tutup Indra.*SEPTIAN/FT. PRIYO