JAKARTA - Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Pertamina menerapkan ekonomi Pancasila dalam program kerjanya. Salah satunya melalui program BBM Satu Harga yang merupakan implementasi dari sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Hal tersebut ditegaskan Direktur Utama Pertamina Massa Manik saat menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Nasional bertajuk 'Ekonomi Pancasila di Era Jokowi : Konsep, Tantangan dan Implementasi' di Auditorium Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Sebagai salah satu unsur dalam pilar perekonomian Indonesia yang berpedoman pada Pancasila, Massa mengakui, Pertamina tidak hanya sebatas mengejar keuntungan bisnis, namun juga berorientasi pada pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan berdasar pada nilai moral kemanusiaan.
"Pertamina itu akta perusahaan adalah korporasi dan penugasan. Jadi kalau ditugaskan, harus dijalankan. Memang kami harus menjalankan penugasan. Salah satu programnya, tahun lalu kami bisa mencapai target BBM satu harga 54 titik dan tahun ini 67 titik. Total targetnya 150 titik," terang Massa Manik.
Dalam kesempatan itu, Massa juga menjelaskan tentang berbagai tantangan yang harus dihadapi Pertamina. Karena itu, ia mengharapkan dukungan dari seluruh pihak agar Pertamina dapat mewujudkan ekonomi Pancasila sehingga mampu mencapai ketahanan energi di tahun 2030. "Kami selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam melaksanakan penugasan demi keadilan sosial, demi mencapai ketahanan energi, sesuai dengan kebijakan pembangunan pemerintahan Presiden Joko Widodo," pungkas Massa.
Sementara itu, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudi Latief menyatakan di masa Pemerintahan Presiden Jowo Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), ekonnomi Pancasila tercerminkan dalam salah satu butir Nawa Cita sebagai program utama pemerintah. Yaitu, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Sejatinya, ekonomi Pancasila sendiri telah lama digagas oleh Prof. Emil Salim dan Prof. Mubyarto.*SEPTIAN