Benahi Operasi Pengeboran, Tuai Penghematan US$ 11,3 Juta

Benahi Operasi Pengeboran, Tuai Penghematan US$ 11,3 Juta

19-RIG Subang Field _resizeJakarta - Dalam menyikapi tanggung jawab terhadap ketahanan dan kemandirian energi dalam negeri khususnya minyak dan gas bumi (migas) serta geothermal, Pertamina seIaku BUMN bidang energi milik anak negeri, terus berupaya dengan segala daya meningkatkan produksi dan penambahan cadangan. Untuk itu, Direktorat Hulu Pertamina bersama anak-anak perusahaan rumpun hulu (APH) setiap tahun harus melakukan aktivitas pengeboran sebagai kegiatan inti pekerjaan hulu. Betapa krusialnya kegiatan pengeboran dalam proses bisnis hulu migas dan panas bumi terbaca dari besarnya anggaran yang dialokasikan untuk investasi di kegiatan tersebut. Tidak kurang dari 60% sampai 70% Rencana Anggaran Belanja (RAB) Direktorat Hulu setiap tahun dibelanjakan untuk menunjang aktivitas pengeboran baik ekplorasi maupun produksi.  “Pengeboran merupakan action pamungkas dalam upaya peningkatkan produksi maupun menambah cadangan baru migas dan panas bumi,” demikian tegas Direktur Hulu, Syamsu Alam dalam berbagai kesempatan.

 

Menurut Alam (demikian ia akrab disapa), problem utama yang sering terjadi pada setiap kegiatan pengeboran selama ini adalah non productive time (NPT). Masalah tersebut harus bisa dihindari atau setidaknya ditekan seminimal mungkin. Terutama, dalam situasi krisis harga minyak saat ini yang berkisar sekitar US$ 50 per barel. Sebab, aktivitas pengeboran merupakan kegiatan dengan biaya, teknologi, dan risiko paling tinggi. Karena itu, semua proyek pengeboran Pertamina harus dilakukan dengan efektif dan efisien. Agar bisa efektif dan efisien maka Pertamina memerlukan people yang andal, mampu berinovasi dan konsisten dalam melakukan perbaikan, aktif dalam meningkatkan pengetahuan, serta taat azas dalam mengikuti best practice process. “Kita sudah memiliki Pertamina Drilling Way, ikuti saja panduan-panduan yang ada di situ agar dapat melaksanakan aktivitas pengeboran secara best practice,” imbuh Alam, kembali mengingatkan. 

 

Lebih lanjut, Alam mengharapkan agar seluruh jajaran Direktorat Hulu dan APH, baik yang bekerja di kantor pusat maupun di lapangan-lapangan migas serta panas bumi, di seantero pelosok negeri supaya terus berusaha untuk mene­kan tingginya angka NPT. Permintaan itu direspon lewat pembentukan sebuah system manajemen pengeboran yang disebut sebagai Pertamina Drilling Way (PDW). Upaya implementasi PDW pada proyek-proyek pengeboran di setiap asset APH  dievaluasi oleh Tim Gugus Kendali Mutu PC Prove D’Way yang diketuai oleh Yoga Ristman Siahaan. “Dengan PDW, diharapkan biaya pengeboran dapat dioptimalisasikan dan dipergunakan seefektif mungkin dalam rangka meningkatkan cost efficiency dengan performa pengeboran yang excellence dalam jangka panjang,” terang Yoga.

 

Yoga menjelaskan bahwa substansi PDW itu merupakan suatu guideline dalam sebuah proses Quality Management Pengeboran. Proses itu dimulai dari perencanaan/portofolio hingga operasi pengeboran itu sendiri. Hal tersebut di­eja­wantahkan dalam langkah-langkah berupa Roadmap to Operation Excellence, Standarisasi Drilling Performance, serta kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap hasil implementasi PDW di seluruh aktivitas manajemen pengeboran di APH. “Sebagai contoh, kami melakukan simulasi dengan menggunakan PDW berhasil menurunkan NPT di Pertamina EP (PEP) dari sebesar 19,4% menjadi 7,3% sehingga dapat mengoptimalkan biaya investasi pengeboran sekitar US$ 11,3 juta,” ucap Yoga mewartakan total efisiensi yang bisa dipetik.

 

Penghematan tersebut didapat dari upaya memperbaiki sistem bisnis proses pengeboran yang tidak berjalan se­mestinya dan sub-surface problem. Perbaikan sistem bis­nis proses pengeboran melalui inspeksi lebih detail oleh approved inspector yang ada di dalam PDW, sehingga meminimalisasi potensi kerusakan alat. Selain itu, juga diadakan review dan challenge secara korporasi untuk program Rencana Kerja (RK) pengeboran setiap APH.

 

Pada 2015 yang lalu, PEP melakukan pengeboran sebanyak 49 sumur (rencana 70 sumur) dengan NPT rata-rata sebesar 19,4% dari toleransi NPT 18%. Menurut analisa Tim Yoga, berdasarkan data NPT tersebut menggambarkan kinerja pengeboran masih belum efektif. Ujungnya, tentu akan berdampak pada kenaikan total biaya sumur sebesar US$ 18,2 juta. Yoga menambahkan, kinerja operasi pengeboran tersebut disebabkan terjadinya bisnis proses pengeboran yang tidak berjalan semestinya dan sub-surface problem. “Kami melaksanakan monitoring dan evaluasi kinerja pengeboran operasi dengan menerapkan PDW, nilai NPT berhasil dite­kan menjadi 7,3% dari target 14,9 %. Dari kalkulasi angka ca­paian tersebut membuahkan biaya investasi yang dapat di­optimalkan sekitar US$ 11,3 juta,” ucap Yoga. Satu hal yang menggembirakan, menurut Yoga, lewat penerapan PDW biaya pengeboran yang semula sebesar US$ 928/feet dapat ditekan menjadi US$ 704/feet. Atas kesuksesan tersebut PEP mendapatkan dua penghargaan dari SKK Migas.Yaitu,  penghargaan Terbaik-I Kategori Pengeboran Eksplorasi di Darat dan penghargaan Terbaik-II Kategori Pengeboran Pengembangan di Darat.

 

Pada 2016 kemarin, PEP telah melakukan pengeboran sebanyak 36 sumur pengembangan, 139 sumur kerja ulang (work over), dan well intervention pada 139 lokasi sumur. Kinerja produksi minyak dan gas PEP sepanjang tahun lalu, cukup memuaskan dengan produksi minyak sebesar 84 ribu barel minyak per hari (BOPD) atau 98,82 persen dari target revisi 2016 sebesar 85 ribu BOPD. Sedangkan produksi gas sebesar 989 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD) atau 96,96% dari target revisi 2016 sebesar 1.020 MMSCFD. Dari kegiatan pengeboran eksplorasi pada 2016, berhasil memperoleh sumber daya migas (2C) sebesar 111 juta barel setara minyak (MMBOE), terdiri atas sumber daya minyak 55 MMBO dan sumber daya gas sebanyak 323 miliar kaki kubik (BCFG).•DIT.HULU

Share this post