Surabaya – Anjloknya harga minyak dunia hingga 70% selama 18 bulan terakhir membuat banyak perusahaan minyak di dunia kolaps. Tidak sedikit yang mengurangi kegiatan operasional perusahaannya, bahkan hingga mengurangi pekerjanya.
Namun menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto, Pertamina optimistis dapat melewati krisis harga minyak saat ini dengan sejumlah strategi, mulai dari efisiensi hingga inovasi di berbagai bidang.
Efisiensi yang dilakukan melalui Program Breakthrough Project (BTP) meliputi sentralisasi pengadaan, perubahan pengadaan dan penjualan minyak dan produk, optimalisasi tata kelola arus minyak, optimalisasi aset penunjang usaha, dan manajemen cash korporat.
“Efisiensi yang dicapai dari Program Breakthrough Project (BTP) pada tahun 2015 mencapai US$ 608,41 juta, atau 126,75% dari target yang kami canangkan sebesar US$ 480,01 juta. Sehingga walaupun pendapatan menurun karena turunnya harga minyak dunia, namun laba kita bisa cukup dipertahankan.” ujarnya saat menjadi narasumber dalam Business Gathering Magister Management (MM), Fakultas Ekonomi & Bisnis (FEB) Universitas Airlangga yang diselenggarakan di Business Hall, Gedung B, MM FEB Universitas Airlangga Surabaya, pada (6/3).
Selain melakukan efisiensi, Pertamina juga mengembangkan energi baru dan terbarukan sebagai energi alternatif di masa depan. “Hal ini sejalan dengan visi kami sebagai perusahaan energi, yang tidak hanya mengelola migas, namun juga energi baru dan terbarukan,” ujar Dwi.
Ia menegaskan, dukungan dari seluruh stakeholders sangat dibutuhkan Pertamina untuk mewujudkan kemandirian energi dan menggerakkan ekonomi nasional.
Kontribusi Pertamina untuk Indonesia pada tahun 2015 mencapai Rp77,867 triliun, yang terdiri dari pembayaran pajak tahun buku 2015 sebesar Rp71,617 triliun dan dividen tahun buku 2014 sebesar Rp 6,25 triliun.
Dalam hal investasi, Pertamina telah merealisasikan investasi sebesar US$3,62 miliar sepanjang tahun 2015 di tengah melambatnya industri migas global. Realisasi investasi tersebut tercermin dari kinerja hulu Pertamina yang terus meningkat, dimana produksi migas Pertamina pada 2015 naik 10,6% dibandingkan dengan 2014, yaitu dari 548,5 ribu barel setara minyak per hari menjadi 606,7 ribu barel setara minyak per hari (BOEPD). “Karena permintaan di Indonesia masih jauh lebih besar dibandingkan produksi, Pertamina sebagai kepanjangan tangan negara harus meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengurangi impor,” kata Dwi.
Adapun, realisasi investasi non hulu di antaranya adalah dalam hal pengolahan yang hasilnya tercermin dari peningkatan yield valuable product kilang dari semula 73,14% menjadi 75,52%, dan penurunan impor Premium sekitar 30% yang setara dengan devisa sekitar US$ 2 miliar per tahun. “Dari proyek-proyek investasi yang kami lakukan sepanjang 2015 telah dibuka lapangan kerja mencapai sekitar 10.000 orang sebagai salah satu kontribusi penting dari Pertamina untuk negara,” terangnya.
Ke depan, Dwi optimis Pertamina dapat mencapai visinya sebagai perusahaan energi nasional kelas dunia dengan fokus pada lima prioritas strategis. Kelima prioritas strategis tersebut adalah Pengembangan sektor hulu, Efisiensi di semua lini, Peningkatan kapasitas kilang dan petrokimia, Pengembangan infrastruktur & marketing, serta Perbaikan struktur keuangan.
“Dengan dukungan dari seluruh stakeholder, saya optimis Pertamina mampu bersaing dan berprestasi di tingkat dunia,” tutup Dwi.•MOR V