Chief Legal Counsel & Compliance: Regulasi BUMN Diharapkan Berbasis Anti-Kriminalisasi

Chief Legal Counsel & Compliance: Regulasi BUMN Diharapkan Berbasis Anti-Kriminalisasi

16-legalBALI – Bertempat di  Hotel Patra Jasa Bali Resort & Villas (12/6), Chief Legal Counsel & Compliance Pertamina, Genades Panjaitan, menjadi salah satu pembicara pada seminar yang bertema “BUMN Pasca Putusan Mah­­kamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XI/2013”. 

 

Pembicara lainnya di antaranya Hamdan Zoelva, SH, MH (mantan Ketua Mahkamah Konstitusi RI), Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M., PhD. (Guru Be­sar Fakultas Hukum UI), Ham­bra, SH, MH (Deputi Bi­dang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN), Ir. Azam Azman Natawijana (Wakil Ketua Komisi VI DPR RI), dan Achsanul Qosasi (Anggota VII BPK RI-Audit BUMN).

 

Seminar ini dihadiri oleh para pejabat tinggi BUMN dari berbagai sektor, selain aka­demisi, praktisi, dan penga­­mat. Turut menghadiri se­­minar ini Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto.  

 

Seminar ini diadakan da­lam rangka membedah Putusan MK No. 62/2013 yang telah menegaskan ke­­kayaan negara yang di­pisahkan pada BUMN ter­masuk ke dalam lingkup ke­uangan negara dan BPK RI berwenang untuk memeriksa keuangan BUMN.

 

Dalam sambutannya me­wakili Menteri BUMN, Hambra, SH, MH, menyam­paikan bah­wa menurut per­tim­bangan hukum MK, BUMN meru­pakan kepanjangan tangan Pemerintah untuk mencapai kemakmuran rak­yat se­bagaimana di­amanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945 dan de­ngan demikian, BUMN tidak dapat dilepaskan dari keuangan negara dan tetap berada di bawah pengawasan Pe­merintah, walaupun mo­dal BUMN merupakan ke­kayaan yang dipisahkan dari kekayaan negara.  “Seminar ini diharapkan dapat mem­berikan pemahaman yang sama antara Pemerintah, DPR, BPK, dan para Direksi BUMN agar manajemen BUMN tidak lagi ragu dalam mengambil keputusan bis­nisnya yang dilandasi prinsip business judgement rules,” ujar Hambra.

 

Dalam kesempatan be­rikutnya, Hikmahanto Ju­wana berpendapat bahwa Putusan MK No. 62/2013 ini menimbulkan kekhawatiran bahwa keputusan bisnis yang dibuat oleh pejabat BUMN dan berakibat ke­rugian bagi BUMN dapat dianggap merugikan ne­gara dan mengakibatkan pejabat yang bersangkutan diancam hukuman pidana. Hikmahanto Juwana juga menyampaikan bahwa se­buah keputusan bisnis yang mengikuti prinsip good cor­porate governance, tidak dapat dipidanakan.

 

Hal senada disampaikan pula oleh Genades yang meng­­ungkapkan bahwa se­­buah keputusan bisnis baru dapat dibawa ke ra­nah pidana jika dibuat de­­­ngan unsur penipuan (fraud), terdapat conflict of in­­­terest, illegality, dan gross negligence atau niat jahat (mens rea).

 

Selain itu, Genades ju­ga memberikan sumbang gagasan kepada para pe­mangku kebijakan agar da­lam pembuatan UU BUMN yang baru (i) dapat memuat ketentuan yang berbasis anti kriminalisasi, (ii) mengatur batasan kerugian negara dan kerugian perusahaan akibat risiko bisnis, (iii) sifat undang-undangnya sebagai lex specialis, dan (iv) BPK dalam melakukan pemeriksaan ter­hadap BUMN didasarkan prinsip-prinsip korporasi.

 

“Regulasi berbasis anti kriminalisasi contohnya ada­lah pengaturan atas pe­me­riksaan terhadap suatu keputusan bisnis pejabat BUMN yang terlebih da­hulu harus dilakukan ber­dasarkan aspek hukum dan prinsip-prinsip korporasi sebagaimana diatur dalam UU PT, khususnya Pasal 97 yang menguraikan mengenai business judgment rule. Hal ini agar aparat hukum tidak serta merta membawa suatu keputusan pejabat BUMN, yang sejatinya merupakan suatu perbuatan perdata ke ranah pidana, terutama jika keputusan tersebut dibuat dengan itikad baik (tidak ada niat jahat), mematuhi prinsip kehati-hatian, sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan dan tidak me­lawan hukum,” ungkap Ge­nades.

 

“Ketentuan anti kri­minali­sasi ini sudah ada pre­­sedennya dalam Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Stra­tegis Nasional dimana Pre­siden menginstruksikan agar para Menteri, Jaksa Agung, dan Kepala Ke­polisian mendahulukan pro­­­ses administrasi pe­me­rintahan dalam mela­ku­kan pemeriksaan dan pe­­nyelesaian atas laporan penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional,” lanjut Genades.

 

Di penghujung acara, disimpulkan bahwa, sesuai dengan Putusan MK No. 62/2013, kekayaan negara yang dipisahkan ke dalam BUMN merupakan bagian dari keuangan negara dan berada di bawah penga­was­an BPK dan DPR. Na­mun demikian, dalam pe­laksanaan pengawasan oleh BPK dan DPR ini, ma­sih perlu dilakukan be­berapa penyesuaian, di an­taranya pengawasan dan pemeriksaan seharusnya menggunakan pendekatan aspek korporasi. Aparat penegak hukum pun di­harapkan memiliki pema­haman yang sama terkait business judgment rule agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap pejabat-pejabat BUMN yang membuat ke­putusan bisnis berdasarkan good corporate governance.

 

Terakhir, Genades juga menyampaikan mengenai perlunya menerapkan best practices yang dilakukan di negara lain dalam penge­lolaan BUMN seperti yang dilakukan di Singapura dan Malaysia di mana perusahaan BUMN dikelola oleh suatu super holding company.•LC&C 

Share this post