Compliance Engagement Program: Global Anti-Corruption and Anti-Bribbery Law

Compliance Engagement Program: Global Anti-Corruption and Anti-Bribbery Law

16-LCC_resizeJAKARTA-Meluasnya ekspansi bisnis dan hubungan kerjasama bertaraf internasional yang dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) saat ini, menuntut secara langsung maupun tidak langsung untuk patuh kepada peraturan-peraturan dan best practices yang berlaku secara global, diantaranya adalah US Foreign Corrupt Practice Act (US FCPA) dan United Kingdom Bribery Act (UK BA).

 

Dilatarbelakangi hal tersebut di atas, Fungsi Legal Counsel & Compliance (LC&C) kembali menyelenggarakan Compliance Engagement Program yang kali ini mengangkat tema “Global Anti-Corruption and Anti-Bribery Law: Domestic Enforcement & Outcomes”. Bertempat di Ballroom Mezzanine Kantor Pusat Pertamina (2/8), acara yang secara khusus membahas terkait US FCPA dan UK BA tersebut dihadiri oleh tim legal korporat dan anak-anak perusahaan PT Pertamina (Persero).

 

“Meskipun kedua hukum (US FCPA dan UK BA) ini bukan produk hukum Indonesia, namun keduanya berdampak juga pemberlakuannya di wilayah teritorial kita. Untuk memahami masalah ini yang dikenal dalam  dunia hukum sebagai konsep extra teritory, kita akan membahasnya dalam acara ini”, ungkap Chief  Legal Counsel & Compliance Genades Panjaitan saat membuka acara tersebut.

 

Acara yang dimoderatori oleh VP Compliance Datu Yodi Priyatna tersebut menghadirkan beberapa praktisi hukum dari Hogan Lovells Lawfirm (Dewi Negara Fachri & Partners) sebagai pembicara, yaitu: Maurice Burke, Chalid Heyder, dan Teguh Darmawan.

 

Dalam pembahasan awal, Chalid mengungkapkan bahwa pada dasarnya US FCPA dan UK BA bertujuan untuk menciptakan transaksi bisnis yang bersih dan bebas korupsi, serta memberikan sanksi kepada pihak yang terbukti terlibat dalam tindak pidana korupsi, khususnya yang melibatkan pejabat publik asing. 

 

Lebih lanjut Teguh menambahkan bahwa kedua negara (Amerika Serikat dan Inggris Raya) tempat peraturan-peraturan tersebut berasal mendominasi dalam setiap transaksi global. Oleh karenanya, US FCPA dan UK BA dalam praktiknya memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam setiap transaksi dan kerjasama bisnis internasional termasuk didalamnya bagi pelaku bisnis di Indonesia.

 

Hal menarik dalam acara tersebut, peserta diajak untuk mengidentifikasi tindakan-tindakan yang dikategorikan sebagai gratifikasi, suap, maupun korupsi melalui beberapa studi kasus. Dalam kesempatan tersebut, Maurice berpesan bahwa gratifikasi bisa saja tidak berbentuk uang, namun dapat berupa pelayanan misalnya perjalanan dinas, pelatihan gratis, dan lain sebagainya.

 

“Pemberian maupun hospitality seperti tiket gratis, penginapan gratis, bisa dimasukan ke dalam kategori suap dalam hukum  Indonesia, US FCPA, maupun UK BA. Biasanya tawaran-tawaran seperti ini selalu terlihat masuk akal dalam konteks bisnis untuk bisa diterima”, jelas Maurice.

 

Maurice juga menambahkan bahwa poin penting yang ingin disampaikan melalui hukum (US FCPA dan UK BA) tersebut adalah bagaimana perusahaan dapat mengambil tanggungjawab secara internal dalam upaya penganggulangan korupsi (domestic enforcement) dengan berbagai hal yang bisa diimplementasikan misalnya, whistleblowing system dan tindakan berhati-hati dalam memberikan maupun menerima pemberian yang kurang pantas dari mitra bisnis (seperti menerima tawaran-tawaran perjalanan dinas, hospitality, dan lain sebagainya).

 

Dengan terselenggaranya acara tersebut Chief Legal Counsel & Compliance Genades Panjaitan berharap agar Pekerja dapat memperkaya wawasan dan pemahaman yang lebih komprehensif terkait US FCPA dan UK BA. Lebih lanjut, diingatkan bahwa Pekerja harus berusaha menutup kemungkinan dan peluang terjadinya tindak pidana korupsi dan bila mengetahui terjadinya tindak pidana korupsi agar dapat memanfaatkan whistleblowing system untuk mewujudkan Pertamina Clean!•

Share this post