CEPU-Central Processing Plant (CPP) Area Gundih Asset 4 PT Pertamina EP (PEP) berkesempatan ditinjau oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, pada Jumat (22/7). Kehadiran Direktur Utama Pertamina disertai President Director PEP Rony Gunawan yang didampingi oleh BOD, BOC, dan beberapa manajemen PEP. Turut hadir dalam peninjauan ini unsur Muspika Kecamatan Kradenan Blora.
Dalam pembangunan CPP yang dilakukan sejak 1 Juli 2011 merupakan proyek pengembangan lapangan gas blok Gundih yang berasal dari struktur Kedungtuban, Randublatung dan Kedunglusi di Blora, Jawa Tengah.
“Desain CPP telah mengacu pada konsep ramah lingkungan (green plan) melalui efisiensi bahan bakar, pengurangan emisi dan zero discharge,” ujar Rony Gunawan, President Director PT Pertamina EP.
Lebih lanjut Rony menjelaskan, pasokan gas dari CPP Gundih kurang lebih sebesar 50 MMSCFD selama 12 tahun akan dialirkan untuk PLTGU Tambaklorok.
“Dengan penyaluran gas ke PLTGU Tambak Lorok berdampak pada potensi efisiensi energi sekitar Rp21,4 triliun. Selain itu Konversi bahan bakar HSD ke gas juga dapat mereduksi CO2 sebesar 800 ton per hari,” tambah Rony.
Sementara itu, Dwi Soetjipto ditemui di tempat yang sama menjelaskan, CPP Gundih dalam operasional saat ini menyerap 100% tenaga kerja lokal, yang diharapkan mampu meningkatkan taraf perekonomian Kabupaten Blora, dan memberikan hasil kontribusi bagi Kabupaten Blora.
“Direksi dan Manajemen PT Pertamina (Persero) mendorong percepatan proyek-proyek di sektor hulu. Salah satunya CPP Gundih yang dilaksanakan oleh PEP agar dapat segera memasuki tahapan komersialisasi.Sehingga dapat menambah pemasukan negara di sektor migas. Diharapkan dampak bagi daerah penghasil, yaitu bertambahnya Dana Perimbangan Bagi Hasil Migas serta terciptanya multiplier effect atas aktifitas operasi migas di daerah tersebut,” ujar Dwi Soetjipto.
Terkait dengan kondisi harga minyak mentah dunia saat ini, lanjut Dwi, tentu akan mempengaruhi terhadap perolehan Negara. Bila dibandingkan antara tahun 2014 kisaran harga minyak mentah dunia di angka US$100 per barel, dengan tahun 2015 di kisaran US$ 40 per barel, maka realisasi dana bagi hasil migas bagi daerah penghasil tentu akan terpengaruh juga.
“Sebagai contoh di Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2014 realisasi dana bagi hasil untuk minyak mencapai sekitar Rp8.073.915.390 dan gas mencapai sekitar Rp 109.842.820. Sementara di tahun 2015, dana bagi hasil untuk minyak mencapai Rp1.943.880.400 dan gas mencapai Rp47.063.100. Ini merupakan dampak global yang turut mempengaruhi kinerja perusahaan. Namun demikian Pertamina tetap berkomitmen memberikan upaya terbaik untuk memenuhi ketahanan energi Indonesia dan diharapkan kondisi ke depan harga minyak semakin stabil,” jelas Dwi.•RILIS