Transformasi pengadaan minyak mentah dan produk minyak oleh Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina (Persero) berpotensi memberikan dampak finansial bagi perusahaan senilai total US$ 651 juta hingga tahun 2017 melalui penciptaan nilai tambah berupa efisiensi setelah dibubarkannya Anak Perusahaan Pertamina, Petral Group.
JAKARTA– Hal itu disampaikan oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dalam konferensi pers mengenai Transformasi Pengadaan Minyak Mentah dan Produk Minyak di Lantai Ground Kantor Pusat Pertamina, pada (4/4). Turut mendampingi Direktur Keuangan Arief Budiman, Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Daniel S. Purba, serta Vice President Corporate Communication Wianda Pusponegoro.
“Dari inisiatif-inisiatif yang mulai dilakukan ISC tahun ini, Pertamina berpotensi dapat menciptakan nilai tambah dan efisiensi sebesar US$ 651 juta hingga tahun 2017. Ini tentu sangat menggembirakan apabila ruang-ruang pembenahan dapat dioptimalkan sehingga mendatangkan benefit bagi Pertamina dan juga Indonesia,” kata Dwi Soetjipto.
Pada kesempatan yang sama, Dwi Soetjipto juga mengungkapkan apresiasinya kepada para awak media yang selama ini sudah turut mengawal proses pembubaran Petral Group sebagai pos finansial terbesar pengeluaran keuangan Pertamina. Ia berharap, transformasi yang dilakukan Integrated Supply Chain setelah hilangnya fungsi Petral dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Indonesia secara luas.
“Kita berharap kalau efisiensi terus meningkat, kita bisa men-deliver value kepada masyarakat berupa harga BBM, dan lain sebagainya, atau kemampuan-kemampuan Pertamina lain untuk bisa terus memperbaiki kilangnya, membangun kilang baru maupun meningkatkan kapasitas di upstream-nya,” pungkas Dwi.
Sementara terkait status proses pembubaran Petral Group hingga saat ini, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menyatakan bahwa likuidasi Petral Group yang terdiri dari Zambesi dan Petral di Hong Kong, serta PES di Singapura, semuanya sudah dilakukan secara formal likuidasi hingga bulan Februari 2016 ini. Ia mengatakan, hingga saat ini pengurusannya sudah diambil alih oleh likuidator di Hong Kong dan Singapura. Proses tersebut lebih cepat dibandingkan dengan target sebelumnya, yaitu Juni 2016.
“Zambesi itu sebenarnya sudah dilakukan likuidasi pada 17 Desember 2015. Zambesi ini ada satu kapal, dan sekarang kapalnya dibawa dan dikelola langsung oleh Pertamina. Lalu untuk Petral sendiri, Petral Hong Kong sudah dilakukan (likuidasi) pada 1 Februari 2016, dan PES secara formal likuidasi sudah kami masukan prosesnya mulai 4 Februari 2016,” jelas Arief Budiman.
“Jadi untuk Zambesi dan Petral itu sebetulnya, kami tinggal menunggu tax clearance, ini kalau misal ada kewajiban dengan pemerintahan atau otoritas pajak terkait di Hong Kong. Setelah tax clearance maka dapat segera ditutup (dissolved). Sementara satu yang masih ada, yaitu PES, di situ masih ada proses terkait utang-piutang yang perlu diselesaikan di Singapura, sebagai tanggung jawab dan kewajiban yang harus ditunaikan sebagaimana mestinya,” tambah Arief.
Di sisi lain, Senior Vice President Integrated Supply Chain Pertamina Daniel Purba menyatakan, transformasi Integrated Supply Chain di tubuh Pertamina sendiri telah melahirkan tiga tahapan penting, yaitu fase 1.0 atau fase Quick Win yang telah terlaksana sebelumnya, kemudian fase 2.0 atau fase menjadi World Class ISC, dan fase 3.0 di mana ISC diharapkan menjadi Talent Engine. Dari Fase 1.0 sendiri, ISC telah terbukti memberikan kontribusi nyata berupa efisiensi sebesar US$ 208,1 juta sepanjang tahun lalu.
Untuk fase 2.0 saat ini, melalui tajuk World Class ISC, terdapat setidaknya enam inisiatif yang dikembangkan, yaitu pemilihan minyak mentah berdasarkan nilai keekonomian, penambahan list minyak mentah yang dapat diolah di kilang milik Pertamina, pembenahan kebijakan pengadaan, peningkatan volume minyak mentah domestik, optimasi pengolahan, serta penyederhanaan syarat dan ketentuan (GT&C) pengadaan sesuai dengan standar internasional. Ke enam inisiatif ini, diharapkan dapat berkontribusi secara finansial sebesar US$ 651 juta hingga tahun 2017.
Sementara untuk transformasi ISC 3.0, ISC diharapkan mampu mendukung ketahanan serta kemandirian energi nasional melalui beberapa program inisiatif seperti pembangunan akademi ISC, peningkatan kinerja dan perbaikan bekerkelanjutan, pengembangan informasi pasar, strategi rantai suplai, dan sarana pendukung operasi, serta hedging bahan baku/produk.•RILIS/StarFY/Diantidini