JAKARTA – Merespon rencana holding BUMN Migas yang diinisiasi oleh Kementerian BUMN, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tajuk utama “Apakah Pembentukan Perusahaan Holding Migas Sebuah Solusi?”, pada Selasa (31/5), di Ballroom Mezzanine Kantor Pusat Pertamina.
Acara yang dimoderatori oleh Ketua KSPMI Faisal Yusra ini, diisi oleh beberapa pembicara, yakni Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto, Direktur IRESS dan pengamat Migas Marwan Batubara, dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Juajir Sumardi SH., MH. serta dihadiri oleh pekerja Pertamina, aktivis, dan mahasiswa.
Seminar ini dibuka dengan sambutan Noviandri selaku presiden FSPPB. Dalam sambutannya, Noviandri mengatakan pembuatan perusahaan holding Migas diharapkan memberikan apa yang diinginkan oleh masyarakat sebagai pihak yang paling utama dengan terciptanya harga migas yang murah.
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menjelaskan, pembentukan holding Migas diciptakan guna menjawab tantangan industri Migas nasional. Saat ini produksi Pertamina baru mencapai 26% dari total produksi nasional dan masih menjadi nett importer untuk 50% kebutuhan harian BBM dalam negeri.
Dwi mengungkapkan, setelah dilakukan pengkajian secara mendalam, ada beberapa manfaat holding yang dapat diciptakan untuk perusahaan. Di antaranya, peningkatan produksi domestik melalui sumber pendapatan baru transmisi dan distribusi yang telah dibangun oleh PGN, percepatan pengembangan Coal Bed Methane (CBM), peningkatan sumber LNG, peningkatan kapasitas investasi perusahaan, peningkatan pendapatan sekitar US$ 150-250 juta per tahun, sinergi kontribusi pajak, sinergi capex, serta peningkatan total aset perusahaan.
“Tentu dari seluruh dampak positif ini, kita perlu memperhatikan proses hukum yang harus dilalui yang tidak mudah, tetapi sesungguhnya manfaatnya akan luar biasa. Tentu hal ini sangat mudah dipahami,” tambah Dwi.
Selain itu, Dwi menceritakan pengalamannya dalam memimpin pelaksanaan holding tiga perusahaan semen di Indonesia yang berhasil meningkatkan laba bersih perusahaan lebih dari sepuluh kali lipat setelah melakukan strategi holding.
“Ketika perusahaan ini berjalan sendiri-sendiri, total laba bersih dari perusahaan adalah Rp 500 miliar. Tapi setelah kira-kira delapan tahun perusahaan ini melakukan holding, menghasilkan laba bersih sekitar Rp 5,5 triliun. Jadi, lebih dari 10 kali peningkatan dalam kurun waktu delapan tahun,” jelasnya.
Dari prespektif akademisi, Professor Dr Juajir Sumardi SH., MH menekankan bahwa pembentukan holding BUMN Migas haruslah sesuai dengan amanah UUD 1945 yang harus mendorong pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. “Holdingisasi harus didasari pada pemahaman bahwa Migas adalah sumber daya alam strategis bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Negara sebagai pemegang otoritas Migas, penguasaan dan kepemilikan Migas di wilayah Indonesia harus dikelola oleh bangsa sendiri,” kata Juajir.
Sementara Pengamat Migas dan Direktur IRESS Marwan Batubara menyatakan, seharusnya sudah tidak ada lagi perdebatan mengenai perlu atau tidaknya holdingisasi migas. Menurutnya, holding sudah jelas memberikan manfaat dan telah sesuai dengan konstitusi sehingga perlu didukung.
Menindaklanjuti seminar ini, FSPPB mengeluarkan 6 poin rekomendasi nasional pembentukan holding migas diantaranya pembentukan holding harus sesuia UUD 45, bentuk holding harus dalam bentuk perpaduan pure holding dan operating holding company, dan lainnya.•Starfy