Direktur Utama Pertamina : Pertamina Harus Berdaya Saing menuju Kedaulatan Energi

Direktur Utama Pertamina : Pertamina Harus Berdaya Saing menuju Kedaulatan Energi

5-Dirut Pertamina Di Depan Forum RGSJAKARTA – “Sesungguhnya untuk Pertamina, apa yang dilakukan sekarang ini barulah awalan saja, belum intinya secara jangka panjang. Setelah kami melihat apa peran Pertamina, seha­rusnya target akhirnya  adalah kedaulatan energi.”

 

Demikian dikatakan oleh Dirut Pertamina Dwi Soetjipto ketika berbicara seba­gai narasumber dalam diskusi panel forum Risk & Governance Summit (RGS) 2016 di Jakarta. Forum mengangkat tema “Ethical Governance : The Soul of Sustainability”. Acara forum merupakan acara rutin ta­hunan yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan di­hadiri stakeholders bidang  governance di Indonesia.

 

Hadir dalam pembukaan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati dan  Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad, sementara dari Pertamina hadir Direktur Utama Perta­mina Dwi Soetjipto. Dwi berbicara dalam sesi diskusi panel bersama Bupati Tegal Enthus Susmono, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dan dr. Purnamawati (dokter spesialis anak dan konsultan sub spesialis gastrohepatologi), dengan moderator Najwa Shihab.

 

“Jadi kalau di awal ini kita menggarap efisiensi, tujuannya adalah bagaimana membangun sebuah perusa­haan yang trusted company,” tegas Dwi lebih lanjut. “Dan ketika trusted company ada, adalah bagaimana merealisasikan investasi.”

 

Pertamina memiliki ren­cana jangka panjang 10 tahun ke depan, dengan investasi lebih dari Rp 1.000 triliun. “Jadi setiap tahunnya itu ada Rp 100 Triliun yang harus segera direalisasikan untuk investasi,” ujar Dwi. “Ini adalah jangka menengah yang harus dicapai tahun 2025 untuk membangun kedaulatan energi.”

 

Sementara untuk jang­ka panjangnya, lanjut Dwi, kita berbicara keber­langsungan. “Keberlang­sungan kehidupan Pertamina maupun tugas Pertamina di Indonesia adalah bagaimana kita bisa membangun daya saing berbasiskan penguasaan teknologi.”

 

Sementara Sri Mulyani  ber­kaitan dengan tema governance, menyatakan bahwa governance yang di­harapkan adalah based on ethics, rather than rule base. “Sebe­narnya tax amnesty itu men­jadi kontekstual dengan tema hari ini, mengenai governance,” kata Sri.

 

Sri Mulyani menjelaskan bahwa amnesty adalah peng­­­ampunan. Namun orang seringkali berpikir yang sering diampuni dari sisi wajib pajaknya yang tidak melak­sanakan kepatuhan mem­bayar pajak. “Namun itu sebenarnya adalah kombinasi  dari dua hal. Pertama, me­r­eka tidak melaksanakan kepatuhan terhadap per­aturan. Tetapi banyak juga yang karena aspek ethical. Mereka merasa secara etis bahwa tidak membayar pajak itu tidak apa-apa,” papar Sri. “Ada yang bahkan tidak mem­bayar pajak, tetapi dia lalu menunjukkan lifestyle yang luar biasa, tanpa dia merasa risih.”

 

Berkaitan dengan governance negara-negara yang bergantung pada natural resources, Sri Mulyani menyebutkan, cenderung terl­ambat untuk menegakkan aspek governance, karena selalu terlena terlebih dahulu dengan naturalresources-nya.•URIP

Share this post