JAKARTA - Untuk mengantisipasi peningkatan konsumsi BBM nasional dan kompetisi bisnis jangka panjang, Pertamina melakukan langkah-langkah strategis dengan melakukan inovasi dalam bisnis pengolahan BBM. Secara simultan, Pertamina melakukan akselerasi dengan merevitalisasi empat kilang eksisting melalui program Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan dua kilang baru melalui program GRR (Grass Root Refinery).
Hal tersebut diungkapkan Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Ignatius Tallulembang dan Direktur Pengolahan Budi Santoso Syarif Direktur Pengolahan Pertamina dalam acara Media Briefing Proyek Kilang Strategis di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (6/11).
"Saat ini kami menghasilkan produk BBM 650 ribu barel per hari sementara kebutuhan nasional sekitar 1,3-1,4 juta barel per hari. Oleh karena itu, kami berupaya maksimal meningkatkan kapasitas dan kompleksitas empat kilang eksisting, yaitu kilang Balikpapan, Cilacap, Balongan, dan Dumai serta membangun dua kilang baru yang berlokasi di Tuban dan Bontang," ungkap Tallulembang.
Untuk menjalankan rencana tersebut, Pertamina mencanangkan target penyelesaian program RDMP dan GRR pada 2026. Selain dapat meningkatkan produk BBM dan petrokimia, kedua program itu akan memiliki multiplier effect secara nasional, yaitu potensi peningkatan devisa migas menjadi US$ 12 miliar per tahun, tambahan penerimaan pajak sebesar US$ 109 miliar per tahun, mampu menyerap tenaga kerja 172 ribu orang sejak pengerjaan proyek sampai operasional berjalannya kilang, serta penggunaan sumber daya lokal, baik SDM maupun konten konstruksi sebesar 35% - 50%, lebih tinggi dari persyaratan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang diwajibkan pemerintah sebesar 30%.
Sembari tetap menjalankan proyek strategis kilang jangka panjang tersebut, Tallulembang menegaskan, Pertamina telah mengambil langkah kongkret sebagai salah satu bentuk komitmen BUMN ini dalam menjalankan amanat pemerintah sesuai dengan UU Energi No. 19/2003 dan UU BUMN No. 30/2007.
Langkah kongkret tersebut di antaranya bisa dilihat dari peningkatan kinerja kilang Pertamina saat ini.
"Pertama, kilang Plaju dan Dumai berhasil melakukan uji coba pengembangan green fuel secara co-processing. Jadi bahan baku nabati dicampur dengan bahan baku energi fosil yang diolah bersama-sama untuk menghasilkan green gasoline di kilang Plaju dan green diesel di kilang Dumai. Kedua, beroperasinya kilang Pertamina Langit Biru Cilacap yang mampu meningkatkan produksi Pertamax sebesar 66% dengan peningkatan kualitas dari EURO 2 ke EURO 4. Ketiga, optimalisasi kilang Balongan, Dumai, Cilacap, dan Balikpapan sehingga Pertamina mampu menyetop impor avtur sejak April 2019," papar Tallulembang.
Hal senada disampaikan oleh Direktur Pengolahan Budi Santoso Syarif yang menjelaskan upaya lain Pertamina dalam mewujudkan kemandirian energi melalui biorefinery. Menurutnya, Pertamina juga perlu mengembangkan biorefinery di Indonesia.
"Sebagai upaya mewujudkan bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, Pertamina pun ikut berperan aktif. Salah satunya dengan memanfaatkan minyak sawit sebagai feedstock pengganti crude untuk diolah menjadi bahan bakar nabati, seperti yang dilakukan di kilang Dumai. Walaupun hingga saat ini kami masih menghadapi beberapa tantangan dalam mengembangkannya, namun kami tetap optimistis mampu menjalaninya dengan dukungan penuh dari pemerintah," tukas Budi. *IN