Jakarta - Pada 2013 lalu pertumbuhan pendapatan PT Pertamina Drilling Service Indonesia (PDSI) bergerak positif, dari US$ 246,46 juta pada 2012 meningkat 5,81 persen pada 2013 menjadi US$ 260,79 juta. Begitu juga dengan pertumbuhan laba bersih yang pada tahun sebelumnya sebesar US$36,46 juta meninggi menjadi US$37,96 juta di ujung 2013.
Meski kinerja operasi tahun lalu tidak begitu menggembirakan sebab sebanyak 19 rig idle pada Desember 2013, namun secara finansial PDSI masih mengukir untung. Hal tersebut dikarenakan Pertamina EP (PEP) yang menjadi user terbesar rig PDSI mulai memperkendur proyek pengeborannya sejak pertengahan 2013 lalu. Kondisi demikian membuat management PDSI harus mencari alternatif terobosan untuk bisa tetap mencapai target yang telah ditetapkan. “Beruntung kinerja keuangan PDSI terselamatkan oleh rig-rig baru yang mulai beroperasi penuh pada 2013, sehingga kami bisa melewati tahun itu dengan tampilan keuangan lebih baik dibandingkan 2012. Dapat dikatakan, inilah hikmah dari diversifikasi pasar yang kami lakukan,” ujar Direktur Utama PDSI Faried Rudiono dikantornya beberapa waktu yang lalu.
Bak kata pepatah: dibalik musibah selalu ada berkah. Demikian pula yang dialami oleh PDSI pada 2013. Goncangan yang timbul karena PEP mengurangi aktifitas pengeboran, justru memicu management untuk berfikir, bagaimana caranya agar tidak terus bergantung pada PEP sebagai pasar utama. Management PDSI berhasil merumuskan empat strategi untuk menanggulangi apabila masalah seperti ini kembali terulang, pertama adalah penetrasi pasar di captive market, yaitu di PEP. Maksudnya, PDSI melakukan pendekatan langsung kepada field manager dengan tujuan memantau program-program peningkatan produksi migas di masing-masing lapangan, sekaligus membuka peluang peningkatan pemakaian rig PDSI. “Melalui pendekatan ini masuklah proyek 27 sumur untuk dibor dengan rig besar dan kecil, di luar Rencana Pemboran Kerja Ulang (RPKU), “ cerita Faried.
Jurus kedua adalah pengembangan pasar-pasar baru di luar Pertamina EP, baik untuk operasi pengeboran di darat (onshore) maupun lepas pantai (offshore). Hal ini, sejalan dengan strategi manajemen untuk memperbanyak kanal-kanal pendapatan dari berbagai sumber. Artinya, tidak hanya menggantungkan lahan usaha pada satu sumber pasar tradisional semata, yakni Pertamina EP saja. Langkah ini mendorong PDSI untuk keluar dari zona nyamannya, serta mulai menawarkan rig-rig baru dengan daya 1.000 HP dan 1.500 HP ke pasar yang cukup competitive seperti Star Energy, Conoco Phillips, dan Vico. “Di samping itu, manajemen PDSI juga melakukan penjajakan pasar-pasar luar negeri seperti ke Aljazair, Irak, Papua Nugini, dan Brunei,” imbuh Faried
Strategi ketiga adalah meningkatkan performance rig guna mendukung strategi pertama dan kedua di atas. Penetrasi pasar dan pengembangan pasar baru tentu saja membutuhkan kinerja rig yang tangguh. “Kuncinya rig-rig PDSI harus selalu safe (aman), reliable (dapat diandalkan), clean (bersih), dan tidy (rapi),” paparnya. Dan jurus keempat adalah menekan biaya operasi. Manajemen melakukan berbagai upaya efisiensi material, cash flow, dan juga perjalanan dinas untuk menekan operation cost seoptimal mungkin. Faried juga berjanji akan terus memacu jajarannya, untuk meningkatkan kinerja PDSI agar mampu bersaing menjadi perusahaan jasa pengeboran kelas dunia.• DIT.HULU