Bandung – Pengembangan sumber energi baru terbarukan di Indonesia sebagai jawaban atas menurunnya produksi BBM nasional yang berbanding balik dengan melonjaknya angka konsumsi, masih terjegal. Energi yang dipakai kini belum mencapai nilai keekonomian, dan terkendala oleh subsidi.
Di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Padjadjaran, Bandung, Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, dalam kuliah umumnya yang bertajuk, “Kebijakan Energi Berkelanjutan untuk Keberlangsungan Ketersediaan Energi Nasional,” mengungkapkan, energi terbarukan tidak mungkin berkembang secara optimal jika subsidi tidak dicabut.
“Selama ada BBM subsidi, saya yakin energi baru terbarukan tidak akan booming. Energi sekarang yang kita pakai harus mencapai nilai keekonomian, karena energi baru terbarukan itu mahal,” katanya di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad, Bandung, pada (23/5).
Menurut Karen, walaupun mahal, energi baru terbarukan merupakan sumber energi yang lebih sustain, lebih berkelanjutan, dan lebih bersih. “Pengembangannya yang tersendat oleh subsidi BBM merupakan tantangan yang harus dihadapi bangsa Indonesia. Jika subsidi tidak dicabut maka energi terbarukan sulit berkembang,” tegasnya.
Karen menuturkan, adanya keinginan untuk menghapus subsidi sedikit demi sedikit akan disambut baik oleh Pertamina, sebagai perusahaan energi. “Kalau tidak, yang namanya geothermal, CBM, biosolar, integrated petrochemical dan energi terbarukan lainnya itu tidak akan jalan,” ungkapnya.
Bahkan Karen menyontohkan, Pertamina saat ini sudah menyediakan energi baru terbarukan untuk transportasi. “Mobil-mobil tangki pengangkut BBM Pertamina mulai mengunakan CNG, kapal-kapal tanker menggunakan LNG, termasuk angkutan umum dengan CNG. Yang tak kalah pentingnya, pembangkit listrik PLN yang akan diusahakan menggunakan geothermal. Semua ini demi mengurangi penggunaan BBM,” tegasnya.•SAHRUL