Engineering Talk 2019 : Panas Bumi, Potensi Energi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0






MANADO -- Serikat Pekerja Pertamina Pertamina Geothermal Energy (SP PGE) dan Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) bekerja sama dengan Indonesian Resources Studies (IRESS) dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik Universitas Negeri Manado (Unima) mengadakan Engineering Talk 2019 bertema Panas Bumi, Potensi Energi Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0 dan bedah buku Pengembangan Panas Bumi sebagai Energi Kearifan Lokal di Indonesia, di Gedung Kuliah Bersama (GKB) Universitas Negeri Manado, Selasa (15/10).

Acara diskusi dan bedah buku telah menghadirkan  enam pembicara, yaitu Dr Marwan Batubara (IRESS), Dr. Donny Yoesgiantoro (Universitas Pertahanan), Reyly Pinasang (Pemda Sulawesi Utara), Drg Ugan Gandar (Pengamat Energi), Arie Gumilar (FSPPB) dan Bagus Bramantio (SP PGE). Acara dihadiri sekitar 500 mahasiswa yang berasal dari Unima dan Unversitas Sam Ratulangi, serta perwakilan BEM dari UGM, UNJ, UNY, UNESA, UNIMED, UNSOED, ITM, ITT Bandung, UNHAS, UDAYANA, UPI, UMM, UP Ganesha dan Universitas De La Salle Manado. Selain itu, hadir pula sejumlah perwakilan dari pengurus  Serikat Pekerja yang tergabung dalam FSPPB dari sejumlah daerah. 

Secara umum acara diskusi diawali dengan mendengarkan penjelasan ringkas tentang isi buku Pengembangan Panas Bumi yang ditulis oleh Marwan Batubara dan dilanjutkan dengan paparan dan tanggapan atas isi buku, serta permasalahan energi oleh pembicara lain.  Pada umumnya para pembicara menyampaikan concerns tentang permasalahan energi yang dihadapi Indonesia, terutama yang terkait isu-isu ketahanan, kemandirian, kedaulatan, subsidi, dominasi asing,  pengelolaan oleh BUMN, energi baru terbarukan (EBT), dll.

Dalam paparannya, Marwan berharap buku Pengembangan Panas Bumi dapat berfungsi menjadi salah satu sumber informasi, sekaligus sebagai sarana mengajak pembaca atau siapa pun, untuk bersama-sama melakukan sosialisasi tentang pentingnya mempromosikan pengembangan sumber daya panas bumi di Indonesia. Selain itu, buku tersebut juga diharapkan dapat menjadi alat untuk melakukan advokasi atas masih adanya berbagai permasalahan konstitusional dan hukum yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya alam strategis tersebut, agar hasilnya dapat bermanfaat bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat.

 “Masyarakat mengetahui Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, yakni sekitar 40% dari total potensi panas bumi dunia. Namun dalam hal pengembangan, ternyata kita masih jauh tertinggal, karena hanya sekitar 7% (1.948,5 MW) dari seluruh potensi sumber daya dan cadangan panas bumi (28,5 GW) yang telah dimanfaatkan menjadi energi listrik. Agar pemanfaatan tersebut meningkat, berbagai hal perlu dilakukan, termasuk mendukung pemerintah dalam memperbaiki dan menjalankan kebijakan, regulasi dan program yang sesuai konstitusi, sehingga target pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dapat dicapai,” tambah Marwan.

Marwan mengingatkan bahwa salah satu aspek penting yang diamanatkan konstitusi, UUD 1945, dalam pemanfaatan sumber daya alam Indonesia adalah tentang penguasaan negara, di mana aspek pengelolaannya harus berada di tangan BUMN. Saat ini ketiga BUMN yang mengelola sumber daya panas bumi kita, yakni Pertamina Geothermal Energi (PGE), Geo Dipa Energi (GDE) dan PLN Geothermal, hanya menguasai sekitar 38,2% produksi PLTP nasional. Sisanya dikelola oleh perusahaan swasta nasional dan asing. Hal ini tentu masih jauh dari kondisi ideal konstitusional yang didambakan guna meningkatkan penerimaan negara dan menjamin ketahanan energi nasional. Untuk itu perlu dilakukan advokasi yang berkelanjutan.

“Ketahanan energi merupakan bagian dari ketahanan ekonomi dan ketahanan ekonomi adalah bagian dari ketahanan nasional. Jika ketahanan energi baik dan meningkat, maka ketahanan nasional juga akan membaik dan meningkat. Oleh sebab itu ketersediaan energi nasional harus terus dibangun dan ditingkatkan, salah satunya melalui pengembangan energi ramah lingkungan seperti pembangkit listrik panas bumi (PLTP)” tegas pembicara dari Universitas Pertahanan Donny Yoesgiantoro. Dalam hal ini Donny juga mengingatkan pentingnya menyiapkan berbagai kebijakan dan peraturan terkait pelayanan listrik, anggaran subsidi listrik, subsidi listrik tepat sasaran, permasalahan lingkungan, dll.

“Pemda Sulawesi Utara menggandeng berbagai elemen masyarakat termasuk diantaranya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN/PGE dan sejumlah universitas dari Sulawesi dan Jawa untuk terus mendukung pengembangan panas bumi di Lahendong, Sulawesi Utara” ucap Reyly Pinasang sebagai perwakilan dari Pemda Sulawesi Utara. Reyly juga menegaskan pentingnya pengembangan panas bumi khususnya di Lahendong, Sulawesi Utara

Presiden FSPPB, Arie Gumelar turut menambahkan bahwa generasi milenial perlu sadar dan memahami tentang isu energi. "Milenial harus paham bahwa energi fosil itu terbatas sedangkan kita selalu membutuhkan energi di mana pun. Kebutuhan kita atas energi setiap tahun meningkat sekitar 4 persen", kata Arie. Oleh sebab itu Indonesia harus menyiapkan tambahan pasokan energi dan substitusi energi fosil dengan mengembangkan EBT, antara lain berupa tenaga air, angin, sinar matahari, panas bumi, bahan bakar nabati (BBN) dll. Sebagai negara pemilik cadangan panas bumi terbesar di dunia, kita harus segera mengembangkan energi panas bumi melalui pembangunan PLTP di berbagai lokasi di Indonesia, kata Arie. 

“Bahwa listrik PLTP tersedia sepanjang tahun, tidak tergantung perubahan musim dan ramah lingkungan karena hampir tidak menghasilkan CO2 dalam proses pemanfaatan tenaga panas bumi menjadi energi listrik, dimana proyek-proyek PGE telah teregistrasi di United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) melalui program Clean Development Mechanism (CDM) untuk mendapatkan Certified Emission Reduction (CER) yang merupakan pengakuan internasional terhadap proyek energi bersih untuk pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dunia sesuai dengan Kyoto Protokol Pada saat perencanaan dan pembangunan PLTP Lahendong di Sulawesi Utara,” tegas Ketua SP PGE Bagus Bramantio.

Bagus menambahkan bahwa PLTP Lahendong yang telah mengadopsi standard baku mutu internasional dalam pengoperasiannya, saat ini menghasilkan listrik berkapasitas 120 Mega Watt dan merupakan 40% dari supply listrik di Sulawesi Utara, dimana seluruh pengoperasiaannya dilakukan oleh putera puteri terbaik Indonesia.

“Mahasiswa untuk peduli dan terlibat aktif serta kritis dalam proses pengembangan, penyediaan dan pencapaian kemandirian dan kedaulatan energi nasional” ajak pengamat energi Ugan Gandar.

Pada akhir acara, Rektor Unima Prof Dr Julyeta P.A. Runtuwene menyampaikan terima kasih dan apresiasi yang tinggi kepada penyelenggara dan pembicara diskusi, serta berharap agar UNIMA dapat didukung dan dibantu oleh para pakar dan BUMN untuk mengembangkan program studi geothermal di UNIMA. Tak lupa Julyeta mengajak seluruh elemen untuk dapat mendukung pengembangan panas bumi di Sulawesi Utara.*PGE




Share this post