JAKARTA – Merosotnya harga minyak mentah dunia saat ini (50 dolar AS per barel) berpotensi menimbulkan dampak yang berbeda-beda bagi Indonesia, bisa jadi peluang sekaligus menjadi momok, terlebih untuk proyek-proyek hulu migas.
Direktur Indonesia Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah mengatakan, turunnya harga minyak dunia justru menjadi suatu kerugian bagi perusahaan energi. Menurutnya, hal itu perlu diwaspadai, lapangan-lapangan yang sifat ekonominya tidak memenuhi akan berbeda strategi dengan tujuan pemerintah.
“Industri hulu migas saat ini lebih banyak menunggu atau menunda proyek hulu migas, baik eksploitasi maupun eksplorasi blok migas. Karena banyak proyek hulu migas nilai keekonomiannya mencapai 60 dolar AS per barel, sementara saat ini harga minyak turun terus di bawah USD 50 per barel,” katanya di acara Indonesia Outlook 2015, Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (15/1).
Ia menegaskan jika operasi hulu migas tetap dilakukan, akan merugikan perusahaan migas. Di lain pihak, dari sudut pandang pemerintah, momen ini perlu dimanfaatkan untuk menambah cadangan dalam mewujudkan ketahanan energi. Namun hal ini akan menjadi sebuah dilema untuk pemerintah di tahun tahun ke depan.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri mengungkapkan, peran migas sangat besar sebagai tulang punggung untuk mendorong industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi negara. Industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi akan mandeg kalau tidak ada energi. “Migas dan tambang jangan dilihat sebagai kekayaan mineral, tetapi sebagai ujung tombak pembangunan dan industrialisasi,” ujarnya.
Sementara Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam membenarkan, turunnya harga minyak dunia berdampak pada proyek hulu migas. Hal ini dikarenakan biaya produksi minyak per barel lebih tinggi dari harga minyak di pasar. Namun demikian, ia juga mengatakan kalau Pertamina tidak boleh berhenti berinvestasi di sektor hulu migas. “Justru harus ditingkatkan, dan jangan panik di tengah kondisi seperti sekarang ini,” tegasnya.
“Penurunan harga minyak ini justru bisa jadi peluang kita, di mana harga minyak turun, biaya yang lain pasti turun. Ini kesempatan kita meningkatkan investasi hulu minyak dari sekarang yang akan berdampak hasilnya pada 3-4 tahun ke depan,” ucap Syamsu.
Menurutnya, Pertamina ingin membantu pemerintah dalam mengurangi impor lewat produksi yang maksimal. Namun di sisi lain Pertamina, sebagai BUMN tetap diminta untuk memperhatikan profit. Sehingga, jalan tengahnya adalah meningkatkan produksi dan juga efisiensi.
Disebutkan juga bahwa Pertamina telah menyiapkan dana untuk investasi di sektor hulu tahun ini sebesar 2,6 miliar dolar AS. Selain untuk biaya operasi produksi migas, dana tersebut untuk juga dapat digunakan untuk akuisisi blok migas di luar negeri.•SAHRUL