JAKARTA – Perubahan organisasi bisnis Pertamina menjadi Sub-holding banyak menuai pro dan kontra. Namun alasan di balik Sub-holding tersebut disampaikan langsung oleh Direksi Pertamina dalam Acara Forum Pemimpin Redaksi Media secara virtual melalui aplikasi Zoom, pada Jumat, 24 Juli 2020.
Direktur Utama Pertamina Persero Nicke Widyawati mengatakan, Sub-holding dibuat untuk perkembangan bisnis Pertamina ke masa yang akan datang.
“Dikiranya itu keputusan yang baru dan cenderung mendadak, Justru hal itu sudah digodok dan dibahas jauh. Untuk merestruktur perusahaan kami juga restruktur organisasi, Itu merupakan cara untuk mencapai target. Makanya kami membentuk holding dan sub-holding. Sub-holding sudah hadir di 2018, yaitu Pertagas dan PGN. Jadi sudah tidak kaget ya,” katanya.
Untuk merestruktur organisasi dan membuat kebijakan Sub-holding, Pertamina sudah melakukan benchmarking ke beberapa perusahaan energi lainnya seperti; Petronas, BP, PTT dan Exxon Mobil yang sudah melakukan Sub-holding pada bisnisnya terlebih dahulu.
“Tujuan sebenarnya yaitu membuat perusahaan lebih fokus. Itu membuat kami lebih mantap. Kami sebelumya sudah lakukan analisa dan benchmark ke perusahaan besar lainnya, targetnya serata atau lebih meningkat dari mereka,” katanya.
Direktur Sumber Daya Manusia Pertamina Koeshartanto menyampaikan, Sub-holding hanyalah sebuah penugasan untuk menjadikan bisnis Pertamina lebih fokus. Sehingga dibutuhkan dukungan semua pihak agar berjalan lancar.
“Apa yang dilakukan manajemen hanya sebatas penugasan, kami yakin itu merupakan cara yang smooth dan cepat. Karena semua berubah, sehingga organisasi juga berubah. Melalui restrukturasi tersebut semoga Pertamina lebih hebat, dan dapat mewujudkan kedaulatan energi bagi Indonesia,” tambahnya.
Pada kesempatan tersebut, Deputy CEO Sub-holding PT Kilang Pertamina Internasional Ignatius Tallulembang mengatakan bahwa dirinya sangat mendukung program itu. Selain lebih fokus, ia bersama timnya juga akan berupaya meningkatkan efisiensi serta meningkatkan profit bagi Pertamina.
“Kami dari KPI sangat mendukung Sub-holding, sebagai manufacturing tentunya kami akan lebih fokus meningkatkan efisiensi, kami akan mencari crude lebih murah dalam meingkatkan profitability. Upaya itu secara simultan akan dilakukan,” ujarnya.
Bukan hanya itu, melalui Sub Holding ia melihat potensi besar untuk Indonesia bisa menjadi negara eksportir dengan adanya D100.
“Sesuai roadmap, kami akan gabungkan resources yang dimiliki, baik dari fosil, batubara, baterai, sawit, matahari dll. Selanjutnya, kami menargetkan petrokimia selesai pada 2026, pada 2027 kita bisa memulai untuk kemandirian energi. Bukan hanya untuk nasional, tapi bisa ekspor nantinya, Indonesia akan menjadi next exporters diesel. Kita perlu dukungan dari seluruh stakeholder, karena semua itu untuk Indonesia,” tutupnya. *IDK/Foto: TA/HM