Inovasi Simulasi Tingkatkan Efisiensi Pengeboran Panas Bumi

JAKARTA - Pengeboran merupakan ujung tombak bisnis hulu migas dan geothermal. Kegiatan ini berkontribusi besar dalam capital expenditure (CAPEX) PT Pertamina (Persero). RKAP-2018 menunjukkan biaya investasi untuk pengeboran sebesar USD 2.085 juta atau 62,7% dari total ABI kegiatan hulu Pertamina. Berdasarkan data itu, setiap upaya peningkatan effisiensi serta optimasi operasi pengeboran harus menjadi perhatian serius dari para pekerja yang terlibat: mulai dari tahapan perencanaan, fase eksekusi, hingga menara bor dibongkar kembali untuk pindah ke lokasi lain. Hal tersebut akan terwujud manakala tingginya angka non-productive time (NPT) dalam operasi pengeboran dapat ditekan serendah mungkin. Untuk pengeboran sumur panasbumi, penyebab NPT terbesar karena sering terjadinya masalah pipa terjepit (stuck pipe).

Di antara anak perusahaan bidang Hulu (APH) Pertamina sepanjang 2015 hingga 2017, kasus pipa terjepit terbesar dialami oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yaitu 56% dari total NPT. Hal tersebut berdampak pada peningkatkan drilling cost sebesar USD 849.900 per sumur. “Stuck pipe sering terjadi pada operasi pengeboran panas bumi karena trayeknya kerap melewati zona loss circulation sehingga serbuk bor (cutting) tidak terangkat ke permukaan. Akumulasi cutting dengan konsentrasi besar akan menumpuk pada rangkaian pipa bor (pack off) yang berakibat pipa terjepit,” ungkap Zainuddin Salman, Senior Specialist Drilling Upstream Technical Center (UTC).

Menurut Zainuddin, kondisi tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan cara melakukan pengeboran aerasi (pengeboran dengan menggunakan udara dan fluida). Yaitu, menciptakan kondisi under balanced di dalam sumur sehingga cutting pengeboran dapat terangkat ke permukaan. Namun, masalahnya dalam operasi aerated selama ini masih menggunakan metode konvensional, dengan desain parameter dilakukan secara trial dan error. Akibatnya, dari sisi engineering practice tidak mendapatkan desain yang baik, hasil pun tidak optimal karena cutting tidak terangkat sepenuhnya. “Mengantisipasi permasalahan tersebut kami melakukan suatu inovasi dengan merancang perangkat lunak dinamakan Pertamina Aerated Drilling Simulator (PADSim). Tujuannya, untuk optimasi desain parameter pengeboran aerasi pada pengeboran sumur-sumur geothermal. Optimasi dilakukan dari fase pre-drilling, saat operasi, dan pasca-drilling atau post mortem,” tambah Zainuddin.

Lebih lanjut, Zainuddin menjelaskan dalam desain aerated drilling PADSim digunakan metode Boyun Guo untuk melakukan evaluasi data sumur panas bumi. Simulasi penggunaan perangkat lunak PADSim dimulai dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan sebagai parameter dalam skenario pemodelan.

Selanjutnya, di-input kedalam PADSim. Hasil simulasi yang diperoleh berupa data berikut: ECD (equivalent circulating density), ESD (equivalent static density), ECD-ESD, Ann.Dynamic P (annular dynamic pressure), Ann.Static P (annular static pressure), Dynamic-Static, Mix Density, Annular Velocity, Kinetic Energy, dan Gas-Liquid Rate Window (Working Window Area). Indikator keberhasilan dari hasil simulasi ini, apabila keadaan sudah under balance dan parameter yang digunakan pada good working window area, maka parameter tersebut dapat menjadi acuan dalam operasi penerapan aerated drilling pada sumur panas bumi.

Penentuan parameter pengeboran aerasi dengan PADSim, mampu menurunkan NPT akibat pipa terjepit sebesar 71% (110 jam) dari total NPT semula 56% (156 jam), menjadi 17% (46 jam). Ujungnya, drilling cost berhasil hemat hingga 59,6% atau USD 506.900/sumur dari USD 849.900/sumur, dengan total value creation USD 4,6 juta. “PADSim ini sudah diaplikasikan pada sembilan sumur pengeboran geothermal PGE di Lapangan Ulubelu, Hululais, Bukit Daun, dan Lumut Balai,” pungkas Zainuddin.•dit. hulu

Share this post