Jaga Kinerja Produksi Meski di Pelosok Negeri

Jaga Kinerja Produksi Meski di Pelosok Negeri

20-HULU-ANO_8_Terminal _resizeJakarta - Jatuhnya harga crude dunia dari sekitar US$ 100 per barel ke angka di kisaran US$ 50 per barel sejak medio 2014, menuntut kearifan dan kejelian semua perusahaan yang bergerak dalam bidang industri hulu migas, termasuk Pertamina. Kebijakan efisiensi yang radikal di segala lini, baik menyangkut aspek investasi maupun sisi operasi, serta langkah-langkah perbaikan yang berkelanjutan (continues improvement) adalah bagian dari strategi supaya dapat bertahan serta mampu mengukir pertumbuhan.

 

Kebijakan di atas ditempuh oleh semua anak perusahaan Pertamina bidang hulu (APH), khsusnya PT. Pertamina EP (PEP). Maka, walaupun sebagian besar aset PEP merupakan lapangan yang sudah mature, namun semangat dan kreativitas para pekerja PEP yang berkiprah di seantero pelosok negeri terus dipacu untuk menjaga kontinyuitas produksi, contohnya PEP Papua Field.

 

Secara geografis Aset PEP yang satu ini berada jauh dari keramaian ibu kota. Meski sehari-hari dililit sunyi perdesaan Papua, etos kerja jajaran PEP Papua Field dalam merawat sumur-sumur tua tetap terjaga. Hal tersebut tergambar dari kinerja produksi own operation Papua Field. Sepanjang semester pertama 2017 berhasil membukukan produksi sebesar 1.002 barel minyak per hari (BOPD) atau 100,06% terhadap target. “Total produksi PEP Papua Field, jika dikonsolidasi dengan produksi lapangan unitisasi Wakamuk menjadi 1.072 BOPD, atau 98,2% terhadap sasaran,” ungkap Field Manager Papua, Julfrinson Sinaga. Menurut Julfrinson, melalui komunikasi yang lebih intensif dengan operator unitisasi Lapangan Wakamuk maka capaian produksi dalam 2 bulan terakhir menunjukkan trend peningkatan hingga di atas target. 

 

Lebih lanjut Julfrinson mengatakan, pada awal tahun capaian produksi Papua Field cukup rendah dibandingkan sasaran. Setelah dilakukan pemetaan detail mengenai permasalahan, peluang, kendala, dan proyeksi pencapaian target tahunan secara overall maka fokus pekerja juga ditata ulang sesuai kondisi dan tantangan riel di lapangan. Kebijakan ini dikerujutkan dalam koridor target utama, yakni berupaya sekuat tenaga mempertahankan produksi di ladang tua. “Refokus tersebut, diperlukan karena pekerja dijejali dengan berbagai program dan target dari berbagai pihak. Halmana, mungkin kelihatan  penting, tetapi harus disadari bahwa tidak cukup penting apabila menyebabkan produksi minyak suffers,” tambah Julfrinson.

 

Menurut Julfrinson, kinerja produksi Field Papua dalam semester I/2017, ini terbantu oleh kegiatan reaktivasi 2 sumur suspended pada triwulan pertama 2017, yaitu sumur KLO-177 dan KLO-137 dengan gain masing-masing 1.084 barel dan 173 barel. Di samping itu, dari sumur SLW-D1X berhasil diproduksikan secara intermitten sebanyak 405 barel sejak 20 April 2017. Tambahan lain dari sumur SLW-A1, yang juga mulai diproduksikan secara intermitten sejak 3 Maret 2017 dengan produksi kumulatif 342 barel hingga akhir Juni 2017. “Tantangan pencapaian produksi di Papua Field adalah tidak adanya pengeboran sumur maupun kerja ulang pindah lapisan (KUPL).” ucap Julfrinson. “Keterbatasan pengembangan lapangan di Papua Field mendorong para pekerja untuk berpikir kreatif dan harus rajin mengumpulkan produksi dari sumur-sumur yang suspended secara berkala,” imbuhnya.

 

Terkait kebijakan efisiensi dalam menghadapi krisis harga minyak, sejak 2016 lalu Papua Field melakukan reaktivasi sumur SLW-N1X untuk memenuhi kebutuhangas own use. Kebijakan ini, ternyata membuahkan penghematan pembelian gas dari Pihak Ketiga sebesar Rp 1,3 miliar/bulan. Hal tersebut berlanjut ke 2017. “Pembelian gas bukan saja dikurangi tetapi benar-benar dihentikan,” terang Julfrinson. Kemudian, penambahan penghematan juga didapat dari upaya menekan sewa fasilitas produksi dengan biaya jauh lebih murah. Selanjutnya, melalui kebijakan sharing barge antara PEP Papua Field dengan Joint Operation Body Pertamina–Petrochina Salawati (JOB PPS) pada 2016 kemarin, berhasil memetik penghematan sebesar Rp 175 juta/bulan. “Pada semester kedua 2017, akan dimulai penggunaan barge sendiri oleh PEP Papua Field. Langkah ini telah dikalkulasi, terutama dampaknya terhadap penghematan biaya operasional di Lapangan Salawati sekitar Rp 300 juta/bulan,” aku Julfrinson.

 

Sementara itu, dalam rangka meningkatkan keandalan fasilitas pro­duksi, Papua Field secara rutin melakukan perbaikkan-perbaikan pada fasilitas yang mengalami kebocoran. Di antaranya, perbaikan secara tuntas bolted tank yang kerap bocor. Upaya ini telah membantu kelancaran operasional beberapa Stasiun Pengumpul (SP) di Lapangan Klamono ketika pengetesan sumur. Selain itu, dilakukan juga upaya debottlenecking jalur produksi di area SP-4. Upaya ini sukses dilakukan, dengan memperbaiki dan mengaktifkan kembali flow line lama sehingga potensi produksi sumuran dapat dioptimalkan.

 

“Tiga joints loading line yang mengalami keropos dan mulai ada rembesan di Jetty Terminal Sorong, berhasil disisip dan kembali dioperasikan sehingga pekerja lebih nyaman dalam pengapalan minyak tanpa dibayangi ketakutan akan kebocoran dan tumpahan minyak ke laut,” urai Julfrinson. Selanjuntya, dalam Semester-I/2017, ini juga selesai diinstal 2 jalur pipa dari tubing 4” hasil BAU (Bantuan Antar Unit) dari asset idle di Pangkalan Susu. Dampaknya cukup signifikan dalam kelancaran proses produksi sumur SLW-C2X yang selama ini terhambat masalah bottlenecking pipa. “Kemudian penggunaan demulsifier dengan dosis yang tepat (optimal) bukan hanya berhasil menghemat biaya chemical, tetapi juga sukses dalam pemisahan minyak Klamono yang lebih baik, sehingga treatment terhadap minyak yang sampai di terminal dapat diminimalkan,” ungkap Julfrinson.

Saat ini, di wilayah kerja Kepala Burung (Papua Barat), PEP Papua Field mengoperasikan lapangan-lapangan Klamono, Kla­mumuk, Sele-Linda, dan Salawati yang dikembalikan oleh TAC Intermega pada 2015.•DIT. HULU II

Share this post