Jaga Kurs Rupiah, Pertamina Gandeng 3 Bank Sepakati PIDI

Jaga Kurs Rupiah, Pertamina Gandeng 3 Bank Sepakati PIDI

JAKARTA - Dalam upaya menjaga nilai kurs mata uang Rupiah melalui derivatif valuta asing, Pertamina bersama dengan tiga bank BUMN, yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. sepakat melakukan Perjanjian Induk Derivatif Indonesia (PIDI) yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

Penandatanganan PIDI dilakukan oleh Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman, Direktur Wholesale Banking Bank Mandiri Royke Tumilaar, Direktur Treasury & International Bank Negara Indonesia Panji Irawan, dan Direktur Kredit Mengengah, Korporasi dan BUMN PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kuswiyoto yang disaksikan oleh Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia Nanang Hendarsah, di Kantor Pusat Pertamina, pada Rabu (29/11/2017).

PIDI merupakan kontrak yang menjadi dasar pelaksanaan transaksi derivatif. Kontrak tersebut menggunakan draft yang telah disusun oleh Bank Indonesia melalui lampiran surat Bank Indonesia No 18/34/DPPK.

Menurut Vice President Treasury Pertamina Edwardi, perusahaan melihat ada peluang meningkatkan efisiensi dan efektivitas mitigasi risiko valuta asing dengan menggunakan instrumen option & call spread option. "Inilah yang melatarbelakangi adanya kesepakatan tersebut," jelas Edwardi.

Ia menambahkan, bahwa Bank Indonesia melalui peraturan Bank Indonesia Nomor 18/18/PBI/2016 tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan pihak Domestik telah mengakomodir transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah berupa option & call spread option.

"Ini keuntungan bagi Pertamina karena dengan instrumen itu kita dapat membeli mata uang Dolar AS dengan harga yang sudah kita tentukan sebelumnya," ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman menyatakan dukungannya terhadap penerapan program tersebut. Karena menurutnya, Pertamina merupakan salah satu BUMN yang melakukan transaksi keuangan dengan mata uang Dolar AS paling besar. "Instrumen baru ini harus dijalankan karena kita dapat melakukan efisiensi. Namun, kita harus melakukan evaluasi pada triwulan berikutnya untuk memantau perkembangannya," pungkas Arief.*HARI/FT. TRISNO

Share this post