Jakarta – Upaya berbagai pihak untuk mendiskreditkan profesionalisme dan reputasi Pertamina dalam mengelola blok migas di lepas pantai ternyata tidak pernah sampai. Sebab, fakta dan bukti yang tersaji justru sebaliknya. Kompetensi Pertamina beropersi di wilayah offshore semakin tersohor. Produksi 2 blok unggulan Pertamina di kawasan lepas pantai, yakni Blok Offshore North West Java (ONWJ) dengan operator Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ dan Blok West Madura Offshore (WMO) yang dikelola oleh PHE WMO semakin meninggi.
Di samping itu, kesuksesan menemukan cadangan baru di Blok Nunukan, lepas pantai Kalimantan Utara dengan operator PHE Nunukan Company (PHENC) melalui pengeboran eksplorasi sumur Badik – 2, Badik – 3, dan West Badik – 1 menjadi kisah sukses lain tentang kinerja dan reputasi jawara Pertamina dalam menangani blok eksplorasi di lepas pantai. Maka, ketika muncul pihak-pihak yang mengeluarkan ucapan minor terkait keandalan sumberdaya manusia (SDM) Pertamina dalam mengelola wilayah kerja di offshore, timbul syak wasangka kita ada agenda apa dan untuk kepentingan siapa mereka lantang bersuara.
Dalam perspektif menyajikan data dan mengangkat fakta, dimaksud kita kembali menyigi jurus-jurus andalan PHE WMO menjaga produksi serta menyusun strategi penambahan cadangan dalam kondisi sulit, akibat anjloknya harga crude dunia dewasa ini hingga dibawah US $ 45 per barel. “Sepanjang Semester I/2015, PHE WMO sukses mempertahankan capaian produksi sebanyak 14.835 barel minyak per hari (BOPD) dan gas sejumlah 107,07 juta kaki kubik gas per hari (MMSCFD). Sementara target produksi sepanjang 2015 yang ditetapkan SKK Migas adalah minyak 14.373 BOPD dan gas 110,83 MMSCFD,” demikian ungkap President/GM PHE WMO, Boyke Pardede beberapa waktu lalu.
Menurut Boyke, demikian ia akrab disapa, jajaran PHE WMO yakin bahwa dalam waktu sisa, Semester II/2015 profil kinerja produksi WMO akan terus diperbaiki supaya mampu memenuhi target yang telah ditetapkan pemerintah untuk 2015. Upaya pencapaian target tersebut, merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam mendukung skenario kemandirian dan ketahanan energi anak negeri. Tantangan paling besar yang dihadapi para pekerja Blok WMO adalah laju penurunan alami (natural decline) produksi di Blok WMO termasuk tinggi, yakni hingga sekitar 40% setahun. “Untuk menahan natural declain serta terus berupaya menambah produksi, kami secara terukur dengan kalkulasi tingkat efisiensi tinggi tetap melakukan aktivitas pengeboran sumur pengembangan, kerja ulang, dan well service sepanjang 2015,” imbuh Boyke menunjukkan kiat jajarannya.
Lebih lanjut Boyke menjelaskan beberapa jurus yang dijagokan oleh para engineer WMO, sesuai dengan kondisi reservoir berupa batuan karbonat dari berbagai fasies, untuk mendukung upaya peningkatan produksi seraya menahan laju penurunan alami. Berkaca pada kesuksesan peningkatan kinerja priode sebelumnya, yaitu minyak sebanyak 18.086 BOPD dan gas sejumlah 114,5 MMSCFD pada 2013, yang meningkat menjadi 20.292 BOPD dan 116,5 MMSCFD di 2014 melalui sejumlah kegiatan, diantaranya melakukan 147 aktivitas well works yang berhasil memberikan tambahan produksi sebesar 1.254 BOPD dan 9,53 MMSCFD. Selain itu, sebagai tindak lanjut dari hasil survey seismik 3D di area KE-5 seluas 892 km2 pada 2014, akan dilakukan pengeboran sumur baik eksplorasi maupun eksploitasi hingga tahun anggaran 2018. Tujuannya, untuk menambah cadangan dan mengembangkan sumur eksisting. “Kami juga akan menaikkan produksi melalui pembangunan fasilitas baru tahun depan, dengan harapan bisa menyumbang tambahan produksi minyak -sebanyak 7.000 BOPD,” tambah Boyke.
Terkait dengan berbagai skenario yang akan diimplementasikan di Blok WMO, Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto mendukung langkah-langkah operasi yang telah dirancang oleh manajemen PHE WMO. “Saya melihat biaya produksi PHE WMO dan Pertamina EP Poleng jauh di bawah US $ 42 per barel. Maka, tidak ada alasan untuk menunda pengeboran sumur produksi ataupun kegiatan eksplorasi untuk menambah cadangan,” demikian aku Pak Dwi (begitu ia karib disapa) ketika meninjau fasilitas produksi WMO dan PEP Poleng, pada 6/9 lalu.
Produksi Blok WMO sempat melorot hingga menyentuh angka 7.500 BOPD ketika masih dikelola oleh perusahaan migas asing, Kodeco menjelang transisi masa terminasi Kontrak Kerja Sama (KKS) pada 2010/2011. Namun, pasca terminasi Mei 2011 saat blok tersebut ditangani Pertamina produksinya justru melonjak hingga 20.000 BOPD, bahkan pernah meraih produksi harian sebesar 24.000 BOPD pada akhir Juli 2013. Dalam KKS Blok WMO, Pertamina mendapatkan participating interest (PI) sebesar 80% sekaligus menjadi operator dalam pengelolaan blok migas yang terletak di lepas pantai utara Jawa Timur tersebut.•DIT.HULU