DENPASAR - Pertumbuhan negara-negara berkembang atau emerging markets bakal jalan di tempat dalam dua dekade jika tidak segera memperbaiki infrastruktur di dalam negeri. Demikian disampaikan Ruchir Sharma, penulis buku Breakout Nations dalam APEC CEO Summit, dengan topik “The Future of Emerging Markets : Where Are The Next Breakout Nations?”, Senin (7/10).
Diskusi yang dimoderatori Timothy Ong, Chairman Asia Inc Forum tersebut, juga dihadiri pembicara lainnya, yakni Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, Direktur Asia Pacific MIGA, World Bank Group Kevin Lu, serta Acting President and CEO Export Development Canada Pierre Gignac.
Sharma mengatakan sebagian besar negara berkembang tetap menjadi negara berkembang dan hanya sedikit yang naik status atau disebutnya sebagai breakout nation menjadi negara maju, seperti Jepang, Korea, Taiwan dan Singapura.
Breakout nation adalah negara yang mampu mempertahankan pertumbuhan yang cepat di antara sesama negara berkembang, dalam 5-10 tahun. Sharma menjagokan beberapa negara sebagai the next breakout nations seperti Filipina, Thailand, Mexico, tidak termasuk Indonesia.
Dia memberi ilustrasi, ketika di suatu negara terjadi fenomena para pejabat atau orang kaya menggunakan helikopter pribadinya untuk menjangkau tempat-tempat yang jauh, sedangkan pada saat yang sama masyarakat kesulitan mengaksesnya dengan transportasi umum, maka negara tersebut terjebak dalam apa yang disebut middle income trap. “Ini yang saya sebut dengan ‘ekonomi helikopter’,” katanya.
Menanggapi hal tersebut Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan menyatakan Indonesia punya potensi untuk menjadi breakout nations, tapi perlu banyak pembenahan di segala aspek.
“Ada dua faktor yang dapat menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, yaitu stabilitas politik dan kebijakan pemerintah. Namun, mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga akan sulit mengingat kondisi perekonomian global yang tidak menentu,” jelas Karen.
Karen juga setuju dengan pendapat Sharma yang mengatakan jika pemerintahan Indonesia berubah menjadi dinasti politik, maka Indonesia akan kehilangan momentum pertumbuhannya.
Mengenai infrastruktur di Indonesia yang kurang, Karen mengakui pernyataan Sharma. Begitu pula dengan kemudahan berbisnis yang masih dibayang-bayangi masalah korupsi dan suap. “Kita sudah memperbaiki semua itu (infrastruktur dan pemberantasan korupsi), namun memang kita masih perlu kerja keras,” pungkasnya.•ADIT/DSU