JAKARTA – Setiap tahun konsumsi BBM bersubsidi terus mengalami peningkatan. Konsumsi BBM bersubsidi di tahun 2012 mencapai 45 juta KL dan pada tahun ni konsumsinya diperkirakan mencapai 50 juta KL ditambah dengan konsumsi BBM Non Subsidi yang kemungkinan mencapai 32,2 juta KL.
Melihat kondisi tersebut, Pertamina mengambil langkah yang komprehensif dengan melakukan pengelolaan supply dan demand yang seimbang sebagai strategi dari ketahanan energi.
Hal tersebut disampaikan Vice President of Strategic Planning, Business Development & Operational Risk – Refining Directorate Pertamina, Ardhy N. Mokobombang dalam seminar “Menciptakan Kebijakan Energi Nasional yang Berorientasi Ketahanan Energi” di Shangri La Hotel, Jakarta, Senin (30/9).
“Butuh tata kelola yang matching jika benar-benar untuk ketahanan nasional. Karena kita tidak pernah mendapatkan minyak dari pihak luar yang diproduksi di dalam negeri,” tegas Ardhy.
Pihaknya berharap agar ke depannya jika ini memang menjadi prioritas maka Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan dalam negeri yang memiliki kilang mempunyai hak untuk menggunakan 100 persen produksi minyak dalam negeri dan itu bukanlah hal yang aneh.
Sementara itu Vice President of New Venture Business Development-Investment Planning & Risk Management Directorat Pertamina, Heru Setiawan menyampaikan upaya Pertamina melakukan pengembangan energi baru (CBM, oil sands, shale gas) dan energy terbarukan (panas bumi, biofuel) dan energi alternatif (dimethyl Eter).
Heru mengatakan, sesuai roadmap implementasi biofuel yang ditetapkan pemerintah, bahan bakar ini diproyeksikan akan menggantikan porsi conventional fuel sekitar 20% dari total penjualan BBM Pertamina pada tahun 2025.
Dalam kesempatan yang sama, Executive Director of Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan pertimbangan strategis ketahanan energi, ketersediaan devisa dan stabilitas makro ekonomi harus lebih dikedepankan dalam pengembangan kilang BBM.
“Ketahanan energi harus benar-benar segera terealisasikan. Program pembangunan kilang pun perlu dimasukkan sebagai program pemerintah secara spesifik di dalam UU APBN.” Tegas Pri Agung.
Hal senada juga disampaikan oleh Pengamat Ekonomi, Darmawan Prasodjo yang menilai pemerintah belum menunjukkan itikad baik bahwa Pertamina bisa menjadi anak kandung di negeri sendiri. Padahal, menurutnya, saat ini Pertamina memiliki capability and getting better.
“Untuk menciptakan ketahanan energi butuh tata kelola dan leadership yang baik, karena masih banyak permasalahan yang dihadapi. Berikan Pertamina privilege untuk mengelola sumber daya alam dan juga penambahan capital dari Pemerintah yang berorientasi pada pertumbuhan. Sehingga Pertamina bisa menjadi perusahaan energi yang bisa kita banggakan secara global,” papar Darmawan. (IRLIKARMILA)