Kinerja Limau Masih Memukau

Kinerja Limau Masih Memukau

20-Foto 3_SP LimauJakarta – PT. Pertamina EP (PEP) adalah anak perusahaan PT. Pertamina (Persero) yang bergerak di bisnis hulu minyak dan gas bumi (migas). Meski sebagaian besar aset yang dimiliki tergolong sepuh dengan kondisi reservoir memasuki fase depleated, namun hingga kini PEP masih menjadi tumpuan produksi migas Pertamina. Ditengah himpitan keterbatasan anggaran karena kebijakan efisiensi baik dari sisi investasi maupun operasi, manajemen PEP mampu mempertahankan kinerjanya.

 

Berbagai kendala operasi khas lapangan tua seperti problem kepasiran, peningkatan kadar air, casing yang korosif, kebocoran pompa, unplan shutdown, dan lain-lain mampu dikelola dan diantisipasi sejak semula. Inovasi dan kreativitas yang mumpuni menjadi modal utama dalam upaya mempertahankan produksi, seperti dilakukan oleh beberapa aset PEP yang layak dikedepankan. Salah satunya PT. Pertamina EP Asset 1 Limau Field. Meski rencana dan program kerja harus direkalkulasi akibat jatuhnya harga minyak, namun produksi Limau Field tetap berkilau. “Total produksi kami saat ini berada pada level 4.798 barel minyak per hari (BOPD), atau 103 persen terhadap target 4.656 BOPD. Angka tersebut termasuk tambahan produksi rata-rata sebesar 909 BOPD dari Limau Timur, eks-KSO Indospec yang dialih kelolakan pada 29 April 2016,” jelas Abdul Muhar, Limau Field Manager (22/6).

 

Menurut Abdul untuk meraih produksi di atas target, itu ma­najemen Field Limau melakukan berbagai terobosan operasi, seperti: menekan angka low and off di bawah 10%, melakukan pekerjaan reparasi, reopening, stimulasi dan optimasi lifting. “Pada Kwartal-II/2016 pekerjaan peningkatan produksi difokuskan di lokasi Krayan, Lapangan Belimbing untuk mereaktivasi 3 sumur produksi dengan estimasi gain rata-rata 300 BOPD,” ucap Abdul. Selain itu, upaya peningkatan produksi dilaksanakan juga di Limau Timur dengan melakukan service sumur injeksi dan reparasi sumur produksi.

 

Lebih lanjut, Abdul menambahkan bahwa untuk meningkatkan gain produksi, Limau Field juga melakukan kegiatan reaktifasi sumur-sumur suspended. Tercatat hingga Mei 2016, sudah 5 sumur produksi dilakukan reopening, yaitu sumur LMC-039, BEL-26, L5A-096, L5A-201, dan L5A-191. Hasilnya, diperoleh tambahan gain produksi sebanyak 30 BOPD dari sumur LMC-039 dan 29 BOPD dari sumur L5A-201.

 

”Upaya mencapai target produksi pada situasi seperti ini bu­kanlah perkara mudah, dibutuhkan berbagai terobosan untuk meng­optimalkan produksi sumur yang sudah masuk dalam fase sepuh,” ungkap Abdul. Abdul mencontohkan inovasi yang dilakukan engineer Limau Field untuk meningkatkan kualitas pengambilan data subsurface pada sumur multi zone dengan memodifikasi Internal Bundle Carrier (IBC). Menyadari tingginya aktivitas pekerjaan sumuran seperti well service, stimulasi, reopening, dan workover pada sumur-sumur depleted, dibutuhkan data subsurface yang akurat dalam melakukan evaluasi sumur. “Namun, faktanya data-data tersebut masih banyak yang tidak tersedia, khususnya data tekanan (P) dan temperature (T). Hal ini disebabkan oleh terbatasnya peralatan penghantar electric memory recorder (EMR) yaitu slickline unit,” imbuh Abadul.

 

Untuk mengatasi masalah itu, pada Desember 2013 lalu engineer Limau Field memodifikasi swab string sebagai penghantar EMR untuk mendapatkan data subsurface. Modifikasi tersebut dikenal sebagai IBC Part 1 dan Part 2. EMR yang sudah dimodifikasi mampu merekam data subsurface lebih banyak ketika pekerjaan rig, saat swab, dan shut in well. Hasil analisa data yang diambil periode 2013 s/d 2014 hanya mendapat data sumur single zone dan commingle zone pada sumur multi zone. “Karena itu pada Oktober 2014, tim melakukan modifikasi lanjut rangkaian swab untuk memperoleh data single zone pada multi zone, disebut IBC Part 3. Dengan adanya IBC Part 1, 2, dan 3 maka data yang dihasilkan lebih spesifik terhadap zona yang dievaluasi. Selain itu, kekurangan data akibat keterbatasan slickline unit pun teratasi, sehingga evaluasi sumuran dapat dilakukan dengan akurat karena lebih banyak data yang tersedia, hemat biaya operasi, rig time efficiency, dan safe operation,” urai Abdul.

 

Tidak hanya sampai di situ, kreatifitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki Field Limau seperti tidak ada habisnya. Kali ini, untuk meningkatkan produksi pada Cluster Niru sebesar 260 BOPD, jajaran Field Limau melakukan terobosan dengan memasangan Booster Station. Hasilnya, selain sukses dalam meningkatkan produksi, juga dapat menurunkan preasure header dari 160 ke 50 psi, serta mengeliminasi oil spill 57 BOPD per bulan. “Jika dihitung total value creation yang dihasilkan dari terobosan ini mencapai Rp. 72.968.982.000 per tahun,” aku Abdul menyiratkan rasa syukur.

 

Dalam rangka memperlancar operasi, management Limau Field membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar. Maka, berbagai program corporate social responsibility (CSR) dengan tujuan community empowerment intens dilakukan. Antara lain: (1) pelatihan dan pemberian peralatan menjahit, serta pembimbingan keterampilan salon di Desa Simpang Tanjung, Kecamatan Belimbing (Muara Enim); (2) pemberdayaan kelompok tani, rumah hijau, dan peningkatan bahan pangan bagi masyarakat di Desa Cinta Kasih dan Desa Belimbing Jaya, Kecamatan Belimbing; (3) penyelesaian renovasi total masjid Desa Simpang Tanjung; (4) program pembuatan Rumah Kompos, pembimbingan, dan pemberdayaan pengelolaan sampah mejadi kompos sebagai suatu usaha peningkatan kesejahteraan di Desa Tebat Agung, Kecamatan Rambang Dangku. “Kami berharap semua program tersebut bisa menge­dukasi masyarakat, mengembangkan softskill mereka, dan meningkatkan kemandirian. Saat ini Limau Field telah memiliki beberapa mitra binaan CSR. Salah satu nya adalah usaha Aziza Songket yang telah memperoleh hak cipta 3 motif tenunan kain songket,” terang Abdul menutup pembicaraan.•DIT. HULU

Share this post