Kreasikan Wooden Plug, PGE Hemat US$ 530.860

Kreasikan Wooden Plug, PGE Hemat US$ 530.860

20-Area Ulubelu (8)Jakarta – Seiring dengan pertumbuhan ekonomi maka ketergantungan Negara terhadap energi terus meningkat, terutama energi fossil yang notabene merupakan unrenewable energi. Di sisi lain, meski demand terus meninggi namun penemuan sumber cadangan baru semakin sulit dilakukan. Menyadari peran energi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan bangsa, PT. Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diamanahi tugas menjaga kemandirian dan ketahanan energi nasional, sejak jauh-jauh hari telah melakukan pengusahaan alternatif energi, yakni geothermal.

 

Lewat perspektif tersebut maka Pertamina mulai awal 1970-an sudah merintis pengusahaan energi hijau ramah lingkungan dimaksud. Upaya pemanfaatan energi panas bumi yang akan menggantikan peran energi fosil memperoleh legitimasi strategis, karena potensi yang dimiliki Indonesia setara 28.000 Mw atau sekitar 40 % cadangan dunia. Selain itu, secara geografis penyebarannya merata sepanjang cincin api (ring of fire) subur kawasan busur Kepulauan Indonesia. Hal ini, tentu akan menggerakkan sumber daya wilayah yang ada di pelosok-pelosok Daerah.

 

Maka, sebagai operator yang focus menangani pengembangan energi geothermal itu, Pertamina membentuk anak perusahaan khusus, yaitu PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE). Selaku anak perusahaan yang bertanggung jawab dalam mengelola potensi energi panas bumi di Indonesia, PGE terus memacu diri untuk mencapai target produksi uap dan listrik yang terus meningkat dari waktu ke waktu. “Jika pada 2014 produksi uap dan listrik setara listrik PGE barada pada level 2.831 GigaWatthour (GWh), maka dalam 2015 lalu produksinya meningkat menjadi 3.056,82 GWh, atau 7,89 persen lebih tinggi dari kinerja produksi 2014. Sedangkan untuk Semester I/2016, total produksi PGE mencapai 1.465  GWh,” papar Irfan Zainuddin, Direktur Utama PGE beberapa waktu lalu.

 

Selain terus menambah kapasitas, PGE tidak lupa untuk menjaga keandalan sumur dan fasilitas produksi uap. Caranya dengan berbagai inovasi yang dilakukan oleh para engineer PGE melalui aktivitas Continuous Improvement Program (CIP), salah satu contohnya adalah inovasi yang dilakukan oleh Tim CIP, Torque & Drag. Dari inovasi ini PGE berhasil melakukan efisiensi biaya kerja ulang reparasi sumur sebesar USD 90.860 dengan cara mengganti penyumbat casing  menggunakan Wooden Plug di sumur-sumur geothermal area Ulubelu (Lampung) dan Lahendong (Sulawesi Utara).

 

Dalam melakukan kerja ulang reparasi sumur yang mengalami kerusakan, untuk menjamin suplai produksi uap panas bumi dengan menjaga integritas sumur produksi dan sumur injeksi ditemukan berbagai kendala yang harus diatasi. Salah satu yang sering terjadi adalah kerusakan akibat collapse-nya casing 13 3/8”. Dampaknya, air dingin dalam formasi akan masuk ke reservoir sehingga membuat sumur geothermal menjadi dingin dan tidak berproduksi. Kondisi ini akan berakibat pada pasokan uap yang menurun, sehingga target untuk memenuhi kebutuhan uap dalam satu pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) tidak tercapai.

 

“Biasanya cara kami mengatasinya adalah dengan pemasangan dan penyemenan casing yang lebih kecil. Sebelum hal itu dikerjakan, terlebih dahulu harus dilakukan penyumbatan casing 13 3/8” x 10 ¾” dengan bridge plug dan plugging material, supaya zona reservoir tidak terkena kontaminasi semen,” terang Apriyansah Toni, Assistant Mgr. Drilling Operation Area 1. Lebih jauh, Apriyansah menjelaskan pengisolasian zona reservoir sebelum dilaksanakan proses penyemenan casing merupakan langkah yang vital dilakukan dalam proses kerja ulang reparasi sumur, masalah timbul apabila bridge sudah set pada kedalaman yang tidak dikehendaki sebelum top of liner 10 ¾”. Sehingga bridge plug tersebut harus dibor dan didorong. Hal ini membutuhkan waktu dua hari kerja sehingga menimbulkan potensi kerugian sebesar USD 127.120 yang berdampak langsung terhadap biaya sumur.

 

Berdasarkan latarbelakang masalah di atas maka para engineer PGE melakukan langkah inovatif  dengan mengubah materi penyumbat yang semula berupa bridge plug menjadi wooden plug. Secara teknis metode wooden plug, ini lebih mudah penggunaannya serta risiko yang ditimbulkan juga lebih rendah dibandingkan dengan bridge plug karena terbuat dari kayu dan alumunium. “Waktu pembuatannya relatif cepat dan mudah untuk dibor. Kami juga tidak memerlukan engineer khusus untuk pemasangannya ke dalam sumur,” imbuh Apriyansah.

 

Hasilnya, penggunaan wooden plug berhasil untuk menyumbat casing 13 3/8” x 10 3/4” dan mengisolasi zona reservoir sebelum dilakukan pemasangan dan penyemenan casing lebih kecil (9 5/8”) di sumur UBL 12, UBL 6 Area Geothermal Ulubelu, dan LHD 31 Area Lahendong. Selain itu wooden plug juga bisa digunakan sebagai penyumbat dalam proses temporary plug & abandoned pada sumur UBL 13 dan LHD 33. “Nilai biaya yang dapat ditekan dari inovasi ini sebesar USD 18.172 per alat, dengan total penghematan riil untuk 5 sumur (UBL 12, UBL 13,  UBL 6,  LHD 31, dan LHD 33) sebesar US$ 90.860. Sedangkan untuk nilai potensial berupa pengurangan NPT dari setiap sumur yang sebelumnya ditimbulkans oleh bridge plug adalah US$ 440.000 untuk 5 sumur. “Jadi, total penghematan yang kami peroleh dari inovasi tersebut sebesar US$ 530.860,” ucap  Apriyansah mengakhiri perbincangan.•DIT. HULU

Share this post