Langkah Inovasi PHE WMO Cegah Potensi Kerugian Rp 4,18 Triliun/ Tahun

JAKARTA - “Improvement and innovation adalah kunci perusahaan agar tetap survive and sustainable growth,” ucap Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam dalam berbagai kesempatan. Lebih lanjut Alam menjelaskan, di tengah dinamika pasar yang hyper competitive dituntut kreativitas untuk berpikir dan bertindak out of the box. Dalam paradigma tersebut, seluruh jajaran pekerja baik di lingkungan kantor pusat maupun di pelosok-pelosok daerah, di darat atau lepas pantai agar senantiasa berupaya mencari berbagai alternatif terobosan dan inovasi yang berdampak pada peningkatan efisiensi di setiap level operasi. Ambil contoh, terobosan yang dilakukan oleh para engineer PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) dalam mencegah potensi kebakaran sekaligus pemborosan fuel gas sebesar 9,93 juta kaki kubik (MMSCF) per tahun.

Hal tersebut bisa terjadi karena lapangan migas yang berlokasi di lepas pantai Kabupaten Gresik dan Kabupaten Bangkalan (Jawa Timur) tersebut, masih menggunakan ground flare untuk pembakaran uap air (vapor) hasil pengeringan gas. Masalahnya terletak pada ground flare yang berada di dalam area proses plant ORF (onshore receiving facility), sehingga sangat berpotensi menimbulkan kebakaran dan unplanned shutdown, pemborosan fuel gas, serta pencemaran lingkungan. Maka, untuk menghilangkan potensi kerugian dimaksud engineer PHE WMO membentuk tim (PC Prove HERO) guna mencarikan solusi terbaik. Faktor dominan dari permasalahan tersebut disebabkan karena belum ada sistem atau metode alternatif lain, kecuali pembakaran model itu,” ucap Indra Basuki, Field Engineer PHE WMO selaku ketua tim PC Prove HERO.

Setelah melalui banyak pertimbangan di antaranya faktor biaya, waktu, dan teknologi, tim memutuskan untuk melakukan inovasi yang disebut metode Den-Gering. Metode ini merupakan suatu rangkaian proses sistem kondensasi, pengendapan, dan penyaringan untuk mengolah sisa uap air hasil pengeringan gas menjadi air bersih dengan cara aman, tanpa pembakaran. Proses kondensasi dilakukan pada sebuah bejana untuk mengubah uap menjadi liquid. Selanjutnya digunakan chemical koagulan-flokukan untuk mengendapkan partikel pengotor. Proses terakhir dilakukan penyaringan dengan menggunakan filter sludge dan filter karbon sehingga dihasilkan air bersih.

Pekerjaan perbaikan yang dimulai sejak awal april 2016 dan berakhir di Desember 2016 (tahap evaluasi) tidak luput dari berbagai hambatan yang harus dipecahkan tim. Sebelum bisa melakukan fabrikasi alat secara permanen, tim harus terlebih dahulu menetukan design yang cocok dan aman untuk uap air TGRS (Tryetilen Glycol Regeneration System), juga harus menemukan formula kimia yang pas sehingga seluruh pengotor di dalam uap air bisa diserap. ”Kami melakukan percobaan di laboratorium sebanyak 126 kali dan tiga bulan percobaan di lapangan,” imbuh Indra menunjukkan upaya timnya.

Inovasi tersebut membuahkan hasil, yaitu tambahan gas yang dapat dijual dari penghematan fuel sebesar 9,93 MMSCF per tahun, pengurangan emisi atau pencemaran udara sebesar 11,52 ton CO2 per tahun, dan konservasi air limbah uap sebanyak 292 ton air per tahun. Dari inovasi ini perusahaan dapat mengeliminir potensi kerugian sebesar Rp 4,18 triliun per tahun akibat kebakaran dan unplaned shutdown. “Metode Den-Gering merupakan inovasi yang pertama kali dilakukan di dunia. Inovasi ini juga telah memiliki hak paten yang terdaftar di HAKI,” pungkas Indra mengakhiri penjelasan.•DIT. HULU

Share this post