Legal Preventive Program (LPP): Membahas Pemberlakuan UU Jasa Konstruksi yang Baru

Legal Preventive Program (LPP): Membahas Pemberlakuan UU Jasa Konstruksi yang Baru

14-genades _resizeJAKARTA - Sejak diundangkannya pada 12 Januari 2017 lalu, Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi (“UUJK”) secara resmi berlaku menggantikan Undang-Undang Jasa Konstruksi sebelumnya (Undang-Undang No. 18 Tahun 1999), yang tentu membawa dampak pada kegiatan bisnis Pertamina. Dilatarbelakangi hal tersebut Fungsi Legal Counsel & Compliance kembali menggelar acara Legal Preventive Program (LPP) dengan tema “Implikasi Pemberlakuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 terhadap Pengadaan Penyedia Jasa Konstruksi di Pertamina”.

 

“Saat ini Pertamina sedang melakukan project besar termasuk membangun dan mengembangkan kilang dan fasilitas pendukungnya, yang mana dalam proses tersebut tentunya memerlukan bantuan dari penyedia jasa konstruksi. Oleh karena itu, perlu adanya pembahasan lebih jauh dalam penerapan UUJK tersebut, sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari,” ungkap Chief Legal Counsel & Compliance Genades Panjaitan dalam pidato pembukaannya dalam acara yang diselenggarakan di Ballroom Mezzanine Kantor Pusat Pertamina tersebut.

 

Acara yang dimoderatori oleh Legal Service Procurement Manager Atik Mulyantika tersebut dihadiri oleh Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI Ir. Yusid Toyib, M.Eng.Sc dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Dr. Dewi Kania Sugiharti, S.H.,M.H. yang masing-masing bertindak sebagai narasumber.

 

“Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam melaksanakan penyelenggarakan Jasa Konstruksi harus taat serta ikut menjamin ketertiban dan kepastian hukum, yang tujuannya untuk mendukung aktivitas pere­konomian nasional,” ujar Yusid dalam pemaparannya.

 

Lebih lanjut Yusid menerangkan bahwa salah satu perbedaan UUJK dari UU Jasa Konstruksi sebelumnya adalah tidak lagi terdapat ketentuan pidana terkait penghentian proses konstruksi dalam hal terjadi kesalahan perencanaan, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasan yang tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang menyebabkan kegagalan pekerjaan. Dalam UUJK penghentian proses konstruksi yang sedang berjalan hanya dapat dihentikan dalam hal terjadi hilangnya nyawa seseorang dan/atau tertangkap tangan melakukan tindak pidana korupsi.

 

Dihapusnya ketentuan pidana tersebut dikarenakan UUJK menempatkan hubungan hukum dalam ranah ke­per­dataan antara pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi sebagaimana didasarkan pada kontrak kerja konstruksi.

 

Selain itu, Yusid juga menyampaikan bahwa tujuan dari di­berlakukannya UUJK salah satunya untuk mengamankan tindakan melawan hukum. Oleh karena itu Yusid  mengimbau pada pekerja Pertamina agar tidak terjebak dalam tindakan melawan hukum dalam melakukan pengadaan atau pelelangan Jasa Konstruksi, mengingat banyaknya “permainan” dalam pelaksanaan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

 

Dalam pemaparan materi selanjutnya, Dewi menyampaikan bahwa UUJK baru merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang No.18 Tahun 1999 yang muatannya lebih baik dan mendetail. Sebab di dalam UUJK tersebut juga mengatur terkait badan usaha dan/atau usaha perseorangan konstruksi asing, penyediaan bangunan, rantai pasok, delivery system dalam sistem pengadaan barang dan jasa, mutu konstruksi, hingga penyelesaian sengketa dalam penyelenggaaan jasa konstruksi. Lebih lanjut UUJK yang baru mengubah sistem pembinaan yang sebelumnya bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi, serta mengubah pengaturan terkait klasifikasi usaha yang didasari pada Central Product Clasification (CPC).

 

“Salah satu keuntungan dari UUJK yakni dapat menjalankan perekonomian negara dengan memaksimalkan potensi domestik, terlebih lagi jika Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat saling bersinergi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi,” tambah Dewi.

 

Dengan diselenggarakannya acara tersebut Chief Legal Counsel & Compliance Genades Panjaitan berharap secara khusus namun tidak terbatas kepada para pekerja yang berhubungan langsung dengan kegiatan penyelenggaraan Jasa Konstruksi, untuk dapat mengambil manfaat dan pemahaman terkait hal-hal baru apa saja yang diatur dalam UUJK, serta ke depan diharapkan dapat benar-benar menaati prosedur yang di­syarat­kan agar tidak menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.•LCC

Share this post