JAKARTA - Pada tanggal 26 Oktober setiap tahunnya, dunia memperingati hari peduli kanker payudara. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebutkan kanker payudara merupakan salah satu penyakit yang memiliki tingkat kematian tinggi di Indonesia.
Data Globocan 2020 menunjukkan, dari total kasus kanker di Indonesia, 16.6 persennya merupakan kanker payudara. Sementara itu, tingkat keganasan kanker payudara mencapai 11.65 persen per 100 ribu penduduk Indonesia. Pada tahun 2020, angka kematian akibat kanker payudara menembus 22.430 jiwa.
Beberapa obat yang digunakan pada pasien kanker payudara diketahui memiliki efek samping beragam. Diantaranya resistensi obat dan reaksi hepatotoksik atau kerusakan pada hati. Sementara itu, tingginya kebutuhan inovasi obat-obatan baru, seringkali terkendala lamanya waktu pengembangan obat. Penelitian dan pengembangan obat baru membutuhkan waktu kurang lebih 12 tahun.
Andrea Hanna Rinindita, Mahasiswa Program Studi Kimia Universitas Pertamina, melakukan penelitian berbasis komputasi dalam mengembangkan obat kanker payudara. “Ada tiga tahap yang dilakukan secara berurutan dalam proses pengembangan obat, yakni in silico, in vitro, dan in vivo. Penelitian saya berada di tahap in silico. Jadi, merupakan tahap awal untuk melihat efektivitas dan efisiensi obat,” ungkap Dea dalam wawancara daring, Jumat 23 Oktober 2021.
Dalam penelitiannya, Dea menggunakan metode docking molekuler. Metode ini dilakukan melalui simulasi komputasi untuk mengamati reaksi kandidat obat yang dikembangkannya pada protein kanker. “Komputasi membuat pengembangan obat baru lebih efisien. Karena, proses evaluasi potensi dan resiko toksik dapat dilakukan lebih cepat,” lanjut Dea.
Lebih jauh, Dea juga melakukan analisa efektivitas kandidat obat yang dikembangkannya melalui metode ini. “Persentase efektivitasnya itu tampak dalam bentuk nilai dari interaksi si kandidat obat dengan senyawa protein. Semakin besar nilainya, interaksinya semakin besar. Artinya, kandidat obat ini semakin bagus dalam mengikat senyawa protein dari kanker payudara. Sehingga, senyawa protein itu jadi sulit untuk berkembang,” tutur Dea.
Inovasi ini, untuk pertama kalinya Dea publikasikan pada seleksi Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapresnas) Tingkat Nasional Tahun 2021 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Sebelumnya, mengalahkan ratusan peserta dari perguruan tinggi di wilayah DKI Jakarta, Dea berhasil menyabet juara ke-2 melalui gagasan pengolahan limbah kulit buah salak.
“Ide inovasi obat ini muncul ketika saya mendapat mata kuliah Pengantar Teknologi Informasi dan Statistika, yang mempelajari bahasa pemrograman. Selain itu, mata kuliah lain seperti Kimia Pemodelan dan Analisis Data yang berfokus pada kimia komputasi, juga mendorong semangat saya untuk membawa penelitian ini ke tahap yang lebih serius,” ujar Dea.
Di Universitas Pertamina, mahasiswa telah dibiasakan untuk berinovasi sejak dini. Selain melalui metode pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), mahasiswa juga seringkali dilibatkan dalam proyek penelitian gagasan para dosen. Disamping itu, dukungan untuk keterlibatan mahasiswa di berbagai ajang inovasi juga diberikan secara penuh. Melalui kegiatan magang, mahasiswa juga diberikan ruang berinovasi untuk memecahkan masalah riil yang terjadi di dunia usaha dan dunia industri.
Bagi siswa siswi SMA yang ingin mempelajari tentang kimia farmasi dan ilmu terkait kimia lainnya, dapat menjadikan Program Studi Kimia Universitas Pertamina sebagai pilihan untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Selain Kimia, Universitas Pertamina juga memiliki 14 Program Studi lain yang fokus pada pengembangan bisnis dan teknologi energi baik dari rumpun sains dan teknik, maupun rumpun sosial dan humaniora. Universitas Pertamina juga memberikan beragam beasiswa yang informasinya dapat diakses di alamat https://universitaspertamina.ac.id/ *UP