JAKARTA - PT Pertamina EP Cepu (PEPC) sepanjang 2017 lalu, berhasil menguntai laba bersih sebesar US$662,2 Juta. Keuntungan tersebut meningkat 197% dibandingkan perolehan laba pada 2016 sebesar US$222,7 juta. “Dengan raihan setinggi itu membuat PEPC tampil selaku kontributor laba terbesar di lingkungan anak perusahaan bidang hulu Pertamina,” ujar Jamsaton Nababan, Presiden Direktur PEPC penuh rasa syukur.
Jamsaton mengurai, keuntungan yang luar biasa itu umumnya ditopang oleh realisasi produksi minyak lapangan Banyu Urip yang berhasil diproduksikan sebanyak 91.585 barel per hari (BOPD) (entitlement PEPC). Raihan tersebut jauh di atas target RKAP yaitu 78.608 BOPD. “Peningkatan produksi itu memberikan kontribusi tambahan terhadap laba sebesar US$171,77 juta,” jelas Jamsaton. Faktor kedua adalah realisasi kenaikan Indonesia Crude Price (ICP) dari US$48 per barel menjadi US$51.68 per barel, sehingga menyumbang tambahan laba sebesar US$92.09 juta.
Dukungan perolehan laba berikutnya adalah keberhasilan melakukan peningkatan efisiensi sehingga mampu menghasilkan penghematan sebesar US$64,47 juta. Penghematan itu sebagian besar diperoleh dari upaya optimasi pemakaian dosis chemical PPD (pour point depressant). Kemudian pengurangan unplanned shutdown sebagai hasil optimasi reliablity gas fuel system, dan pemakaian diesel yang mengurangi pemakaian biaya bahan bakar minyak. “Unplanned shutdown nol, sehingga semua shutdown yang terjadi memang sudah direncanakan,” imbuh Jamsaton.
Selain itu, Jamsaton melanjutkan, postur laba PEPC tahun lalu juga dipetik dari keberhasilan mengupayakan pemulihan impairment assets sebesar US$58.89 juta. “Angka itu telah disetujui oleh Kantor Akuntan Publik Ernst & Young,” ucap Jamsaton merinci faktor-faktor penyumbang laba di PEPC. Kenaikan laba bersih yang cukup signifikan itu berdampak pada peningkatan Nilai Kinerja Keuangan Proporsional (NKKP), Nilai Kinerja Pertumbuhan (NKP), dan Nilai Kinerja administrasi dengan total score 97.00. Hal ini membuat PEPC mendapatkan poin kesehatan AAA, nilai tertinggi untuk kesehatan perusahaan.
Lebih jauh Jamsaton menambahkan, pada 2018 ini manajemen akan berusaha mempertahankan atau bahkan menambah volume produksi. “Kami tidak berpuas diri dengan profil laba seperti tersebut di atas. Tapi, tetap akan berusaha melakukan peningkatan lewat cara memaksimalkan operasi produksi di Banyu Urip, serta mengupayakan peningkatan efisiensi di sana,” tegas Jamsaton mewartakan langkah-langkah jajarannya.
Awalnya produksi lapangan Banyu Urip diperkirakan sekitar 165 ribu BOPD, kenyataannya bisa ditingkatkan hingga ke 171 ribu BOPD bahkan sampai 208 ribu BOPD. “Kami perlu melakukan persiapan dari hulu ke hilir terlebih dahulu,” terang Jamsaton. Dari sisi hulu, perlu dipastikan kemampuan reservoirnya. Cadangan Banyu Urip yang sudah disetujui lembaga appraisal sebesar 729 juta barel dengan jumlah sumur 40 lokasi. Sumur sebanyak itu sangat memadai untuk menggenjot produksi di atas 200 ribu BOPD, karena ketika dibagi dengan jumlah sumur, angka produksi per sumur masih di bawah critical rate masing-masing sumur tersebut.
Kemudian, pressure maintenance tetap dijaga dengan terus menginjeksikan air ke dalam reservoir. Hal tersebut untuk memastikan energi dari reservoir mencukupi dalam proses lifting dari bawah permukaan untuk mendukung peningkatan produksi. “Bila ketiga langkah itu sudah dipastikan dengan jelas dan memenuhi kriteria yang diharapkan, maka tidak akan terjadi masalah saat produksi ditingkatkan sampai di atas 200 ribu BOPD,” tutur Jamsaton mejelaskan strategi peningkatan produksi di Banyu Urip.•DIT. HULU