Jakarta - Membagi peran dan tanggung jawab secara efektif antara pemerintah, Pertamina, dan badan/institusi lainnya merupakan hal yang penting untuk mengatasi tantangan sektor migas di Indonesia. Turunnya cadangan dan produksi minyak bumi; konsumsi bahan bakar yang terus meningkat; subsidi BBM yang besar; serta keinginan untuk meningkatkan kinerja Pertamina adalah hal-hal yang dihadapi Indonesia saat ini. Sebab itu, diperlukan struktur kelembagaan yang akan memungkinkan pemerintah menjalankan strategi yang sinergis dan penuh daya bagi badan-badan yang ditunjuk untuk mengelola eksplorasi, produksi, hubungan dengan kontraktor, pemungutan pajak, dan penegakan hukum serta pelaksanaan kontrak.
Untuk itu, pemerintah harus menegaskan peran seluruh pihak yang bertanggung jawab di dalam sistem tata kelola sektor migas termasuk fungsi regulasi (pemantauan dan pengawasan) – peran perusahaan milik negara/Pertamina, atau badan yang berperan dalam pengaturan.
Demikian diskusi yang bergulir dalam forum Breakfast Meeting di Graha PDSI Jakarta, dengan menghadirkan seorang ekonom energi dan lingkungan Darmawan Prasodjo, PhD.
Menurut Darmawan, sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001, Pertamina hanya bertindak sebagai pengelola saja. Fungsi regulasi dari Pertamina dicabut dan menjadikannya sebagai operator dalam industri migas. Pemerintah harus mengubah strategi tata kelola migas nasional dari kecenderungan capaian produksi minyak siap jual menuju kelola komprehensif dengan peningkatan cadangan.
Lebih lanjut Darmawan mengatakan bahwa terdapat 3 fungsi dalam tata kelola migas yaitu kebijakan, operasi dan bisnis. Namun tampak secara nyata terdapat tarik menarik kepentingan dalam unit-unit yang berhubungan dengan industri migas tersebut, seperti Kementerian ESDM, SKK Migas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN. “Telah terjadi fragmented governance, di mana ketiga fungsi berjalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
Ini harus diperbaiki. Pengelolaan migas harus ditujukan untuk membangun industri migas nasional yang kuat, mengoptimalkan dana untuk APBN melalui lifting, merumuskan strategi reserve replacement.
Menurutnya, pengelolaan migas bisa dilakukan dengan dua kaki, yaitu fungsi kebijakan di tangan Pemerintah (ESDM) guna mengendalikan kebijakan yang berkaitan dengan industri migas dan fungsi regulatori dan operasi diserahkan ke Pertamina Holding yang melakukan kontrol dan membawahi semua oil company yang beroperasi di Indonesia serta mengatur semua Kontrak Kerja Sama (KKS). Namun di sisi lain sebagai operator Pertamina grup juga melakukan kegiatan eksplorasi, produksi, refinery dan distribusi/marketing.
Darmawan menambahkan, dengan pola seperti ini diharapkan terjadi integrasi antara fungsi operasi dan regulasi oleh Pertamina sehingga mempermudah pengembangan kegiatan migas. “Selain itu dapat meminimalisir friksi antara regulator dan operator,” pungkasnya di hadapan Direksi dan manajemen PDSI itu.•bk042015