Mengayun Potensi Panas Bumi Bukit Daun

Mengayun Potensi Panas Bumi Bukit Daun

20-Cluster A Bukit Daun _resizeJakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan tren meningkat setiap tahunnya. Ketika beberapa negara maju per­tumbuhan ekonominya masih terimbas resesi dan belum pulih dari pelambatan seperti USA, negara-negara Eropa, Cina, Jepang, dan lainnya, Indonesia justru mencatat pertumbuhan sekitar 5,1% per tahunnya. Galibnya pertumbuhan, secara alami selalu memerlukan energi. Maka, ketika ekonomi tubuh 5,1%, sebesar itu pula penambahan konsumsi energi masyarakat diperlukan, baik untuk menggerakan roda-roda industri maupun kebutuhan rumah tangga yang kesejahteraannya juga meningkat.

 

Kalkulasi-kalkulasi pertumbuhan makro ekonomi di atas kenyataannya tidak demikian. Sebab, upaya penambahan jumlah pasokan energi untuk masyarakat berjalan di bawah tekanan berbagai kendala baik dari sisi kebijakan, letak geografis, teknologi, dan infrastruktur.  Kondisi tersebut terbaca dari angka-angka rasio elektrifikasi nasional 3 tahun terakhir, yaitu: 84,35% (2014), 88,5% (2015), dan 91,6% (2016). Hal tersebut menyebabkan beberapa daerah masih belum tersentuh listrik, terutama  di  beberapa kawasan pulau di luar Jawa. Oleh karenanya pada 2014 lalu, pemerintah menargetkan penambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 megawatt pada 2019. Dengan kata lain, setidaknya Indonesia membutuhkan penambahan kapasitas 7.000 megawatt (MW) pertahunnya.

 

Menyikapi situasi itu, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) selaku anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yang diamanahi untuk mengelola potensi energi panas bumi di Indonesia, terus mengakselerasi proyek-proyek pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) di berbagai daerah. Langkah-langkah tersebut tercermin dari pe­nambahan kapasitas terpasang yang dikelola PGE hingga kini mencapai 587 MW. Angka itu berasal dari berbagai proyek pembangunan PLTP milik PGE di Daerah Ulubelu, Kamojang, dan Lahendong. Total ka­pasitas ini akan terus bertambah melihat dari aktifitas proyek yang sedang berjalan baik yang telah masuk dalam fase pengembangan maupun fase eksplorasi.

 

Contoh proyek eksplorasi panas bumi yang mulai menunjukan hasil baik adalah Proyek Bukit Daun di Bengkulu. Pada 9 Juli 2017 kemarin, tim pengeboran PGE berhasil menyelesaikan pengeboran sumur eksplorasi ke-2, yakni Sumur BDN-B/1 yang ditajak pada 31 Maret 2017 lalu, dengan kedalaman sekitar 3.000 m. “Sekarang kami sedang menyiapkan kegiatan selanjutnya yaitu pengujian potensi cadangan di sumur tersebut,” jelas Timbul Silitonga, Manager Operation Planning & Exploration Services  merangkap Pjs. Project Manager Bukit Daun – Hululais PGE,  yang ditemui di Jakarta, Selasa (11/07). Sementara sumur pertama (BDN-A/1) selesai dibor pada 22 Februari 2017 lalu, dan telah diuji dengan metode buka datar. Hasilnya diketahui bahwa sumur tersebut memiliki potensi 5 hingga 7 MW.

 

Menurut Timbul, operasi pengeboran panas bumi sangat berbeda dengan pengeboran migas. Kalau dalam pengeboran migas zona loss (circulation) sangat dihindari, karena berpotensi menimbulkan masalah serius terhadap kesuksesan operasi. Namun, tidak demikian dengan operasi pengeboran panas bumi, karena zona loss adalah zona yang justru dicari. “Zona loss merupakan zona  tempat fluida panas diproduksikan, tetapi pada zona dalam. Kami, harus sangat berhati-hati ketika menghadapi zona loss pada kedalaman dangkal,” urai Timbul.

 

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa jika bertemu zona loss di kedalaman dangkal maka tim pengeboran dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, harus berhenti untuk melakukan penyemenan yang memakan waktu cukup lama. Atau kedua, terus melakukan opersi secara pengeboran “buta” (blind drilling), dengan risiko ke­runtuhan dinding sumur. “Kedua alternatif  tersebut harus diper­hi­tungkan dengan cermat dan matang oleh awak pengeboran yang ber­pengalaman,” im­buh Timbul menunjukkan tantangan operasi pengeboran panas bumi.

 

Jika dilihat dari kajian geoscience, potensi sumber daya panas bumi di Bukit Daun mencapai 150 MW. Meski demikian, pengeboran eksplorasi merupakan hal wajib dilakukan untuk membuktikan bahwa sumber daya tersebut proven atau memiliki cadangan pasti.  Tentatif, rencana pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) awalnya akan dilakukan sebesar 3 x 30 MW, hal tersebut masih bisa berubah tergantung cadangan pasti yang didapatkan.  “Berbeda dengan proyek-proyek lain sebelumnya, di Bukit Daun ini eksplorasi kita lakukan dahulu hingga tuntas se­hingga kita dapatkan cadangan pastinya, baru dilakukan pe­ngembangan,” ungkap Timbul.

 

Proyek Bukit Daun merupakan pengembangan dari Wilayah Kerja Pengusahaan (WKP) Panas Bumi Hululais, Bengkulu dengan luas 17 km persegi. WKP tersebut melampar ke dalam daerah  Kabupaten Lebong dan Rejang Lebong. Kendala serius  yang kerap terjadi di lokasi  proyek panas bumi adalah bencana longsor. Untuk mengantisipasi hal tersebut, jajaran Proyek Bukit Daun tengah mempersiapkan pemasangan peralatan Land Slide Detector (LSD) yang berhasil dikembangkan oleh PGE Ulubelu dan mendapatkan penghargaan platinum pada ajang APQA 2016, pada titik-titik yang rawan longsor di beberapa lokasi di kawasan Bukit Daun. Pengembangan WKP Bukit Daun diharapkan dapat dilaksanakan dengan skema total project – dari hulu hingga hilir dilak­sanakan oleh PGE -  karena sudah terbukti kemampuannya.  “Harapan kami setelah selesainya tahapan eksplorasi ini, proyek Bukit Daun cukup layak secara keekomonian untuk dikembangkan. Diharapkan proyek ini akan dapat commercial operation date (COD) secara bertahap sejak 2021,” pungkas Timbul mewartakan asa jajarannya.•DIT. HULU

Share this post