Mengusung Etos Produksi di Ladang Tua Kepala Burung

Mengusung Etos Produksi di Ladang Tua Kepala Burung

20-HULUJakarta – Meski jauh dari ibu kota republik ini bukan kendala bagi para jawara, pegiat sektor hulu bisnis minyak dan gas bumi jajaran PT. Pertamina EP (PEP) Papua Field. Area operasi PEP yang satu ini secara geografis terletak di wilayah Kepala Burung, Provinsi Papua Barat. Dari sisi lokasi, PEP Papua Field merupakan kawasan produksi PEP terujung di Indonesia Bagian Timur. Namun, hal tersebut tidak menyurut semangat jajaran PEP Papua Field yang terus mengasah kompetensi dan ketrampilan untuk meningkatkan produksi di lapangan-lapangan minyak dalam wilayah kerja (WK) PEP Papua Field.  Berbagai keterbatasan yang dihadapi, baik dari sisi keuangan, teknologi, dan lingkungan disiasati lewat kearifan dan kreatifitas dalam berinovasi sehingga target produksi pada 2016 lalu terlampaui. “Sepanjang 2016 Papua Field berhasil membukukan produksi sebesar 1.132 barel minyak per hari (BOPD) atau 104,4% di atas target RKAP 2016,” ungkap Papua Field Manager, Julfrinson Alfredo Sinaga mewartakan kinerja jajarannya.

 

Lebih lanjut Julfrinson mengatakan, mengingat semua asset produksi yang dikelola Papua Field merupakan sumur-sumur tua yang sudah memasuki fase depleated, sementara pengeboran baru pun tidak ada maka jajarannya menerapkan strategi utama, berupa fast response apabila terjadi permasalahan di lapangan. Selain itu, jamaknya ladang tua maka kinerja produksi juga mengalami kasus penurunan alami (natural decline rate) cukup inggi.  Untuk itu Papua Field mengambil langkah dalam menahan laju natural decline rate dengan melakukan pengerjaan program kerja sumur melalui optimasi, seperti menyigi kandidat-kandidat sumur yang masih berpotensi menaikkan produksi, reparasi, dan re-opening sumur.

 

Untuk menunjang hal di atas, menurut Julfrinson tidak kalah pentingnya adalah memanajemeni beberapa hal berikut: (1)  pengadaan spare parts untuk pekerjaan material down hole sesuai jadwal dan kebutuhan, (2) kesiapan hoist/rig yang siap kerja, serta (3) prioritas pengerjaan sumur-sumur yang off dengan cara cepat tanggap (fast response) yaitu segera memindahkan rig (rig move) ke sumur yg sedang off tersebut sehingga dapat meminimalkan angka low & off. “Sebagai catatan, angka low & off PEP Papua Field adalah sebesar 4,58% sepanjang 2016 lalu,” urai Julfrinson menunjukkan strategi yang ditempuh Papua Field dalam mengusung upaya peningkatan produksi.

 

Sementara itu, Program sumur reaktivasi selama 2016 ada sebanyak 21 sumur dengan total gain produksi rata-rata 10,5 BOPD. Kategori reaktivasi sumur ini meliputi pekerjaan reopening dan plugback cementing. “Kegiatan perawatan sumur tetap kami lakukan, khususnya sumur-sumur artificial lift yang sudah mengalami low efficiency pump, wajib kami kerjakan untuk menahan laju natural decline rate dan mengurangi low & off,” imbuh Julfrinson. Di samping itu, mengingat batuan reservoir di aset-aset produksi Papua Field adalah batugamping Formasi Kais (Kais Limestone Formation) maka pekerjaan pengasaman (acidizing) adalah langkah yang tepat untuk menjaga kontinyuitas produksi . “Ada 13 job pengasaman dilakukan sepanjang 2016 dengan tambahan produksi rata-rata 11 BOPD. Sedang pekerjaan perforasi, pindah lapisan, dan perbaikan bonding semen tidak kami lakukan karena PEP Papua Field tidak mempunyai kontrak Electric Wireline Logging Production and Perforation yang sedang aktif,” terang Julfrinson menjawab pertanyaan.

 

Menyusul krisis harga minyak mentah dunia, Direktorat Hulu menerapkan kebijakan efisiensi dan penghematan di setiap level operasi dan investasi, baik di pusat maupun lapangan-lapangan produksi. Terkait hal tersebut, dalam 2016 lalu, Papua Field berhasil menghemat lebih dari tiga miliar rupiah yang didapat dari langkah efisiensi penggunaan KRP (Kendaraan Ringan Penumpang). Sistem yang diterapkan adalah sistem pool, di mana user melakukan reservasi KRP maksimal 1 hari sebelumnya untuk penggunaan KRP. Langkah ini mendorong efisiensi penggunaan kendaraan, efisiensi penggunaan bahan bakar, dan tentunya menggiring user untuk merencanakan pekerjaan yang membutuhkan support KRP dengan lebih baik. Di samping itu, jumlah KRP dikurangi dari 24 unit menjadi 19 unit. Penghematan yang dapat dilakukan sebesar Rp3.069.137.100,00. Selain itu, efisiensi pun dipetik melalui sistem kerja lembur online (SIKLON) yang membatasi jam kerja lembur maksimum 60 jam. Jam kerja lembur di-input secara real time dan tersimpan secara online di dalam basis data. “Setelah penerapan SIKLON, rata-rata persentase penghematan biaya setiap bulan sekitar 40,31% atau setara dengan nilai rata-rata Rp 109.068.875,00,” ujar Julfrinson.

 

Sejarah pengelolaan WK Papua Field berawal dari eksplorasi yang dilakukan Shell Oil Company di daerah Kepala Burung (Kabupaten Sorong) Papua pada 1932, namun tidak berhasil. Tiga tahun kemudian (1935) Nerderlandsch Nieuw Guinea Petroleum Maatschapij (NNGPM) melanjutkan kegiatan eksplorasi di bekas konsesi Shell Oil dan berhasil menemukan lapangan minyak Klamono yang mulai di produksikan pada 1948 sebanyak 4000 BOPD. Pada 1962 NNGPM berganti nama menjadi Sorong Petroleoum Company (SP.Co.) yang seluruh sahamnya dimiliki Namloose Venoodschap Bataafse Petroleum Maatschaapij (NV. BPM).  Selang 2 tahun saham SP.Co dibeli oleh PN Permina yang kemudian menjadi Pertamina, dan melakukan pengeboran sumur ke-47 di Klamono pada 1971. Selanjutnya, pada 1976 Pertamina menemukan lapangan minyak Linda di sebelah barat daya Klamono. Hingga saat ini, di wilayah Kepala Burung, Papua Field mengoperasikan Lapangan Klamono, Klamumuk, Sele Linda, dan Salawati yang di kembalikan TAC Intermega pada 2015.•DIT. HULU

Share this post